Mogul: Nuansa Kekuatan Cinta

Posted by Ahmad Ghozali


Dunia Islam dapat diibaratkan roda raksasa dengan Ka’bah sebagai pusatnya. Sedangkan masjid-masjid lain yang menghadap kepadanya laksana jari-jarinya. Jari-jari tersebut menyebar dari Australia, Asia, Afrika, Eropa, hingga Amerika.
Untuk melihat betapa mengagumkan semangat umat Muslim mendirikan masjid, jumlah masjid pada era kekhalifahan Islam dapat memberikan gambaran. Pada abad pertengahan di kota-kota di Timur Tengah, telah muncul puluhan ribu masjid. Di Kairo dan Alexandria, terdapat sekitar 20 ribu masjid; di Baghdad dan Basra 37 ribu masjid; di Damaskus ada 389 masjid; dan di Cordoba terdapat kurang lebih 500 masjid. Jumlah yang sungguh fantastis.
Nilai estetika pada bangunan masjid-masjid tersebut menjadikannya makin istimewa. Umat Muslim di seluruh dunia berlomba menampilkan masjid dengan arsitektur-arsitektur indah. Salah satu dari sekian ribu masjid yang megah dan indah berada di India. Masjid Jama namanya.
Masjid Jama berada di kawasan sibuk Kota Old Delhi, tepatnya di Jalan Chandni Chowk, hanya berjarak beberapa meter dari Red Fort. Hari-hari di masjid itu tampak ramai oleh para jamaah yang melaksanakan ibadah, juga wisatawan domestik dan mancanegara yang sedang menikmati keindahan fisik dan nilai sejarahnya.
Inilah masjid terbesar di negeri yang berpenduduk mayoritas Hindu itu. Lebar masjid mencapai 270 meter dengan panjang sekitar 80 meter. Secara keseluruhan, masjid ini mampu menampung kurang lebih 25 ribu jamaah. Pembangunan masjid ini hampir bersamaan dengan beberapa masjid di Agra, Ajmer, dan Lahore. Akan tetapi, ia tampak paling fenomenal sehingga mendapat julukan Masjid-i-Jahanuma yang berarti masjid berpanorama dunia.
Julukan itu tidak berlebihan. Keindahan bangunan dan arsitekturalnya memang tak tertandingi oleh masjid-masjid lain yang didirikan oleh dinasti yang sama, yaitu Dinasti Mogul di India. Ia memenuhi semua syarat untuk disambangi dalam agenda wisata keagamaan. Di dalamnya, tersimpan warisan benda-benda sejarah, seperti Alquran dari kulit rusa, sandal dan rambut Nabi Muhammad SAW, serta bekas tapak kaki manusia di atas sebuah marmer.
Tak mengherankan jika Masjid Jama dinyatakan oleh para ahli sejarah sebagai warisan Kerajaan Mogul paling berharga di samping Taj Mahal. Sultan Syah Jehan, yang memerintah Dinasti Mogul pada 1627-1658 M, memprakarsai pendirian masjid ini setelah menyelesaikan pembangunan Taj Mahal yang terkenal di seantero jagad itu. Taj Mahal dibangun di Agra mulai tahun 1631 dan selesai pada 1648. Sementara itu, Masjid Jama dibangun pada tahun 1656.
Ketika Syah Jehan memegang takhta Kerajaan Mogul, mayoritas rakyatnya masih kuat memeluk agama Hindu. Sebagian kecil memeluk agama lain, seperti Sikh, Buddha, dan Kristen. Akan tetapi, sang Sultan tidak ragu-ragu memancarkan gema Islam di tengah keragaman agama rakyatnya itu untuk menegaskan identitasnya sebagai seorang Muslim.
Penegasan identitas itu tampak pada arsitektur Masjid Jama yang berciri khas Islam. Seni bangunan masjid berbeda dengan candi, vihara, atau gereja. Menurut sejarah, para ahli arsitektur secara khusus didatangkan dari Iran untuk membangun masjid-masjid di India. Kebijakan itu pertama kali dilakukan oleh Nasiruddin Muhammad yang memerintah pada 1530-1556.
Lokasi yang dipilih pun mengisyaratkan kebesaran Islam. Masjid Jama dibangun di ketinggian bukit batu di Shahjahanabad, bekas ibu kota Kerajaan Mogul. Rumah Allah itu tampak lebih tinggi dari bangunan-bangunan lain di seluruh kota. Siapa pun harus menengadahkan muka untuk melihatnya, sementara pintu gerbang masjid seolah melongok ke bawah, kepada mereka yang hendak memasukinya.
Syah Jehan sendiri merupakan raja ke-5 Kerajaan Mogul di India. Tatkala masih kanak-kanak, ia bernama Khurram. Ayahnya bernama Jahangir, raja Mogul ke-4 bergelar Nuruddin Muhammad al-Ghazi, yang memerintah pada tahun 1605-1627. Sedangkan ibunya bernama Nur Jahan.
Nama Syah Jehan berkibar di atas kemegahan bangunan-bangunan yang ia dirikan tatkala menjadi raja. Cinta. Itulah kata atau rasa yang mendorong sang Raja membangun karya-karya agung tersebut. Cinta kepada sang Pencipta, menuntunnya mendirikan Masjid Jama yang begitu megah dan cintanya kepada sang istri membuatnya untuk mendirikan Taj Mahal.
Di mata Syah Jehan, sang permaisuri, Arjuman Banu Begum, adalah sosok wanita sempurna. Tidak hanya cantik parasnya, tetapi juga luhur budi pekertinya, jernih pikirannya, lembut perangainya, lagi arif sikapnya. Ia berlaku adil kepada semua rakyatnya tanpa melihat perbedaan agama.
Namun demikian, sebagai seorang Muslimah, Banu Begum memberikan perhatian besar pada pembangunan masjid-masjid di wilayah kekuasaan Kerajaan Mogul. Konon, masjid-masjid yang dibangun di masa pemerintahan Syah Jehan merupakan permintaan sang permaisuri.
Namun, kebersamaan pasangan itu tidak berlangsung lama. Banu Begum yang berjuluk Mumtaz Mahal meninggal pada tahun 1631 saat melahirkan. Peristiwa itulah yang melahirkan karya agung berupa Taj Mahal, yaitu makam berkubah untuk mengenang seorang permaisuri tercinta.
Karya seni yang menonjol pada masa itu adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb, muncul seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mogul berdasarkan figure pemimpinnya.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan mesjid berlapisan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Mesjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.
Di masa kekuasaan Syah Jehan, Kerajaan Mogul mencapai puncak kejayaannya. Ia dikenal tegas dalam menindak pembesar kerajaan yang tidak jujur. Konon, Syah Jehan memelihara banyak ular berbisa. Ular-ular itu disediakan untuk menghukum mereka yang melakukan pelanggaran dan merugikan kerajaan dan rakyat.
Pada ranah sosial, kebijakan Syah Jehan banyak dipengaruhi oleh kakeknya, Akbar Syah I (Raja ke-3, memerintah pada tahun 1556-1605), bahwa semua penganut agama diperlakukan secara sama. Kebijakan ini berimplikasi pada merebaknya kawin lintas agama. Di samping itu, banyak pegawai kerajaan yang tidak beragama Islam.
Kebijakan Syah Jehan itu dihapuskan oleh raja berikutnya, Aurangzeb, yang tidak lain adalah anak angkatnya. Di tangan Aurangzeb ini, nasib Syah Jehan tidak sebaik sebelumnya. Ia dipenjarakan oleh anak angkatnya itu karena Syah Jehan sebelumnya menghendaki Dara Siqah, yang menggantikannya.
Dara Siqah dibunuh oleh Aurangzeb dan setelah itu memenjarakan Syah Jehan hingga menemui ajalnya pada tahun 1666. Dengan menghapuskan kebijakan lama, sistem hukum dan perundang-undangan didasarkan pada hukum Islam.
Meskipun mayoritas rakyatnya tidak beragama Islam, namun Aurangzeb mampu mempertahankan keutuhan wilayah kerajaannya yang meliputi seluruh anak benua India. Sepeninggal Aurangzeb, Kerajaan Mogul makin melemah hingga akhirnya dihancurkan oleh penjajah Inggris pada tahun 1857.
Cinta. Itulah kata atau rasa yang mendorong sang Raja membangun karya-karya agung. Cinta kepada sang Pencipta, menuntunnya mendirikan Masjid Jama yang begitu megah dan cintanya kepada sang istri membuatnya untuk mendirikan Taj Mahal.

Sejarah Dinasti Mogul

Dinasti Mogul di India didirikan oleh seorang penjarah dari Asia Tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur, salah satu keturunan Timur Lenk (771-807 H/1370-1405 M). dari etnis Mongol. Seorang keturunan Jengiz Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di Asia Tengah pada abad ke-15. Kerajaan ini berdiri pada saat di Asia kecil berdiri tegak sebuah kerajaan Turki Usmani (Kerajaan Ottoman), dan di Persia Kerajaan Safawi. Ketiganya pada saat yang sama menjadi negara adikuasa di dunia. Mereka menguasai perekonomian, politik, militer, dan mengembangkan kebudayaan yang monumental.
Zahiruddin Muhammad Babur naik tahta untuk pertama kali sebagai penguasa Fergana di Asia Tengah, mengantikan ayahnya Umar Mirza pada tahun 1500. Setelah naik tahta, ia mencanagkan obsesinya untuk menguasai seluruh wilayah Asia Tengah, sebagaimana Timur Lenk tempo dulu. Namun, ambisinya itu terhalang oleh kekuatan Uzbekistan, bahkan pada tahun 1504 ia pun kehilangan Fergana.
Berkat bantuan dari Isma’il I (memerintah 907-930 H/1500-1524M) dari Kerajaan Safawi, Babur dapat menguasai Kabul pada tahun 1512. Dari sini ia memperluas kekuasaannya ke sebelah timur sehingga pada tahun 1526 ia dapat merebut Delhi dari Dinasti Lody.
Keberhasilan itu diraih melalui perjuangan panjang. Ibrahim Lody (memerintah 923-932 H/1517-1526 M), penguasa Delhi dari Afghan, kehilangan pengaruh dari mata para pendukungnya. Daulat Kahn, Gubernur Lahore, dan Alam Khan (paman Ibrahim sendiri) melakukan pembangkangan pada tahun 1524 terhadap pemerintah Ibrahim Lody, dan meminta bantuan Babur untuk merebut Delhi. Tiga kekuatan itu bersatu menyerang kekuatan Ibrahim, tetapi gagal memperoleh kemenangan. Mereka melihat bahwa Babur tidak sungguh-sungguh membantu mereka. Ketidak seriusan ini menimbukan kecurigaaan diantara Daulat Khan dan Daulat Alam Khan, sehingga keduannya berbalik dan menyerang Babur. Kesempatan itu tidak disia-siakan Babur. Ia berusaha keras untuk mengalahkan gabungan dua kekuatan tersebut. Daulat Khan dan Alam Khan dapat dikalahkan. Lahore dikuasainya pada tahun 1523. Dari Lahore ia terus bergerak ke selatan mencapai Panipat. Di sinilah ia berjumpa dengan pasukan Ibrahim yang segera keluar dari Delhi setelah mendengar ancaman kekuatan Babur itu.
Babur memperoleh kemenangan yang amat dramatis dalam pertempuan Panipat I (1526) itu, karena dengan hanya didukung 25.000 personal angkatan perang, ia dapat melumpuhkan kekuatan Ibrahim yang didukung 100.000 personel dan 1000 pasukan gajah. Pada tahun itu juga Babur menguasai Delhi, dan memproklamasikan diri sebagai maharaja di India.
Kemenangannya yang begitu cepat mengundang reaksi dari para penguasa Hindu setempat. Proklamasi 1526 yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput. Sehingga ia harus berhadapan dengan dua kekuatan sekaligus. Rana Sanga didukung oleh para kepala suku India tengah dan para umat Islam yang belum tunduk pada penguasa yang baru tiba itu. Tantangan tersebut harus dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret 1527 di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya.
Setelah Rajput dapat ditundukkan, konsentarsi Babur diarahkan ke sebelah timur pusat kekuatan Dinasti Lody dari Afgan, yang saat itu di pimpin oleh Mahmud saudara Ibrahim. Kekuatan Mahmud dapat dikalahkan Babur tahun 1529 sehingga Gogra dan Bihar jatuh ke bawah kekuasaannya.
Sepeninggal Babur (1530), dinasti ini mengalami kekalahan total. Humayun (Nasirudin Muhammad; 1530-1556) tidak mampu menahan gerakan Sher Shah (1486-1545), pemimpin etnis Afgan, yang bergerak dari arah timur, dan juga tidak mampu menekan ambisi adik-adiknya sendiri, Kamran dan Askari, yang selalu melakukan pembangkangan terhadap kebijakan politiknya.
Wilayah kekuasaan Babur yang membentang dari Lahore dan Punjab di utara, sampai Gogra dan Blitar di timur, dan Gwalior, Chanderi dan Mewar di bagian India Tengah, jatuh pada kekuasaan Sher Shah pada tahun 1539, sementara Kabul dan Kandahar jatuh pada kekuasaan Delhi dan menetap di Umarkot (1524), kemudian memasuki Persia sebagai pengungsi.
Syah Tahmasp I (1514-1576) penguasa Safawi memberi dukungan pada Humayun. Dengan dukungan ini, ia dapat menguasai kembali Kabul dan Kandahar (1545), dan pada tahun yang sama Sher Shah meninggal dunia. Sepeninggal Sher Shah, bangsa Agfan kehilangan pemimpin yang tangguh, sehingga Delhi dapat direbut oleh Humayun tahun 1555.
Humayyun meninggal dunia setelah setahun menguasai Delhi (26 Januari 1556), dan tahta kerajaan jatuh kepada Akbar I (Abul Fath Jalaluddin Muhammad Akbar; 1542-1605). Akbar memegang tampuk kekuasaan dalam tempo yang sangat lama (1556-1603). Pada masa kekuasaannyalah Dinasti Mogul mencapai puncak kejayaannya. Seluruh wilayah yang lepas pada masa Humayun dapat direbutnya kembali. Kekuatan pasukan Hemu-menteri Hindu pada masa Sher Shah dapat dipatahkan pada pertempuran panipat II, 5 November 1556.
Akbar I yang masih muda itu dibantu oleh Bairam Khan (wakil sultan Akbar yang memerintah 936-1014 H/1556-1605 M), seorang Syiah yang setia membantu Mogul sejak Babur dan Humayun. Namun ia terlalu mementingkan sekte agamanya dalam pemerintahan Akbar sehingga ia diberhentikan dari jabatannya sebagai wakil sultan pada tahun 1561.
Akbar I meneruskan program ekspansinya ke sebelah timur dan selatan. Malwa dapat dikuasai pada tahun 1561, Chundar 1561, Kerajaan Ghomd 1564, Chitor 1568, Ranthabar 1569, Kalinjar 1569, Gujarat 1572, Surat 1573, Bihar 1574, dan Bengal 1576. kemudian ekspansi juga dilakukan kesebelah utara sehingga Kashmir dapat dikuasai pada tahun 1586, Sind di sebelah barat laut Delhi pada tahun 1590, dan Orissa di sebelah timur pada tahun 1592. kerajaan Dekkan jatuh pada tahun 1596, Gawilgarh dan Narnala dapat dikuasai pada tahun 1598, Ahmadnagar tahun 1600, dan Asitgah tahun 1601.
Kejayaannya terus berlangsung sampai masa pemerintahan tiga sultan berikutnya, yaitu Jahangir (Naruddin Muhammad Jahangir atau Sultan Salim 1605-1627), Syah Jehan (1627-1658), dan Aurangzeb (Alamgir I; 1658-1707). Pada masa pemerintahan tiga sultan ini, orientasi politik lebih banyak difokuskan pada upaya-upaya mempertahankan keutuhan wilayah kekuasaan, pembangunan sektor ekonomi lewat pertanian serta perdagangan, dan pengembangan budaya, seni, serta arsitektur.
Selama satu setengah abad, India berada di bawah Dinasti Mogul menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian dunia dengan jaringan pemasaran barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar ditundukkan dan kebudayaan yang tinggi.
Setelah Aurangzeb (1707), tahta kerajaan diduduki oleh raja-raja yang lemah. Sementara itu dipertengahan abad ke-18, Inggris sudah mulai menancapkan kukunya di India. Pada tahun 1761, Inggris menguasai sebagian wilayah kerajaan. Pada tahun 1803 Delhi dikuasai dan penguasa Mogul dibawah pengaruh Inggis. Pada tahun 1857, penguasa Mogul mencoba membebaskan diri dari penjajahan Inggris, tetapi ia dapat dikalahkan pada tahun 1858, Bahadur II, raja Mogul yang terakhir itu diusir dari Inggris dari istananya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasi Mogul itu mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858M, yaitu:
Pertama, terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mogul. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan mereka sendiri. Kedua, kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara. Ketiga, pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya. Keempat, semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.

Islam di Negeri Hindustan

Riwayat Islam di Negeri Hindustan terbilang amat panjang. Ada banyak versi tentang masuknya Islam ke India. Meski begitu, datangnya ajaran Islam ke anak benua India itu bisa diklasifikasikan dalam tiga gelombang. Yakni dibawa orang Arab pada 8 M, orang Turki pada 12 M, dan abad ke-16 M oleh orang Afghanistan.
Menurut satu versi, pertama kali Islam tiba di India pada abad ke-7 M. Adalah Malik Ibnu Dinar dan 20 sahabat Rasulullah SAW yang kali pertama menyebarkan ajaran Islam di negeri itu. Saat itu, Malik dan sahabatnya menginjakkan kaki di Kodungallur, Kerala. Kedatangan Islam pun disambut penduduk wilayah itu dengan suka cita.
Konon, dari wilayah itulah Islam lalu menyebar ke seantero India. Malik lalu membangun masjid pertama di daratan India yakni di wilayah Kerala. Masjid pertama yang dibangun umat Islam itu bentuknya mirip dengan candi - tempat ibadah umat Hindu. Bangunan masjid itu diyakini dibangun pada tahun 629 M.
Ada yang meyakini, masjid di Kodungallur, Kerala itu merupakan masjid kedua di dunia yang dipakai shalat jumat, setelah masjid yang dibangun Rasulullah di Madinah. Versi lainnya menyebutkan, Islam sudah masuk ke anak benua India mulai abad pertama Hijriyah, yakni pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Selepas Umar wafat, pada 643 orang-orang Arab berhasil menaklukkan wilayah Makran di Baluchitan.
Ekspansi Islam ke wilayah India kembali dilanjutkan pada era kekuasaan Dinasti Umayyah sekitar tahun 664 M. Di bawah komando Al-Muhallab bin Abi Suffrah, umat Islam berhasil menembus wilayah Multan di Selatan Punjab - sekarang wilayah Pakistan. Ekspedisi yang dipimpin Al-Muhallab itu tak bertujuan untuk penaklukan.
Pasukan Al-Muhallab hanya mampu menjangkau ibu kota Maili lalu kembali ke Damaskus.
Kekhalifahan Umayyah pada tahun 738 M di bawah komandan perang Muhammad bin Qasim kembali melakukan ekspedisi ke wilayah India. Pasukan Muhammad bin Qasim berhasil menundukkan wilayah Sind - inilah daerah kekuasaan Umayyah yang terletak paling timur. Sejak saat itulah, orangorang Arab tinggal dan menetap di wilayah itu.
Selain itu, ada pula sejarawan yang menyebutkan Islam diseberkan pertama kali di India oleh para pedagang Arab pada abad ke-7 M. Sebab, sebelum ajaran Islam datang para pedagang Arab dan India telah lama berkongsi.
Pendapat ini diungkapkan Sejarawan Elliot dan Dowson dalam bukunya berjudul The History of India. Menurut keduanya, kapal pertama yang yang mengangkut para penjelajah dan pedagang Muslim sudah tiba di pantai India pada tahun 630.
Sedangkan HG Rawlinson dalam bukunya Ancient and Medieval History of India menyatakan bahwa orang Arab Muslim pertama menginjakkan kaki di tanah India pada akhir abad ke-7 M.
Beberapa sejarawan lainnya seperti J Sturrock dalam South Kanara and Madras Districts Manuals serta Haridas Bhattacharya dalam bukunya Cultural Heritage of India Vol IV juga bersepakat dengan kedatangan Islam, bangsa Arab menjadi sebuah kekuatan kebudayaan terkemuka di dunia. Menurut mereka ajaran Islam dibawa ke India oleh para pedagang dan saudagar Arab.
Selain masyarakat di wilayah Kerala, ada pula yang menyebutkan masyarakat India pertama kali yang memeluk Islam berada di wilayah Mappila. Hal itu dapat dimaklumi lantaran wiliayah itu berbekatan dengan Arab. Perlu beberapa abad bagi Islam untuk menyebar di seluruh wilayah India. Ada banyak faktor yang menyebabkan orang India berbondong-bondong menganut ajaran Islam seperti, pernikahanan, integritas ekonomi, ingin terbebas dari struktur kasta, serta tersentuh dengan dakwah yang dilakukan para tokoh sufi.
Ajaran Islam semakin menyebar luas di wilayah India setelah terbentuknya Kesultanan Delhi di wilayah itu. Dinasti Islam pertama di India adalah Dinasti Gaznawi yang dipimpin Mahmud Gaznawi. Sejak tahun 1020, Mahmud telah menguasai beberapa wilayah di India sekaligus menundukkan dan mengislamkan raja-raja di tanah para dewa itu.
Setelah kekuasaan Dinasti Gaznawi memudar, lalu berdirilah Kesultanan Delhi - yakni beberapa Kesultanan yang berkuasa dari tahun 1206 M hingga 1526 M. Ada lima dinasti Islam yang berkuasa silih berganti di era Kesultanan Delhi.
Kelima dinasti itu adalah; Dinasti Mamluk (1206 M-1290 M); Dinasti Khilji (1290 M - 1320 M); Dinasti Tughlaq (1320 M - 1413 M); Dinasti Sayyid (1414 M - 1451 M) dan Dinasti Lodhi (1451 M - 1526 M).
Dinasti Mamluk didirikan Qutbuddin Aibak pada tahun 1206. Di awal abad ke-13 M, dinasti itu sudah menguasai wilayah utara India dari Khyber Pass hingga Bengal. Setelah Dinasti Mamluk meredup, Dinasti Khilji lalu berkuasa. Raja pertamanya adalah Jalaluddin Firuz Khilji (1290 - 1294). Pada era itu Gujarat dan Malwa dikuasai umat Islam.
Di awal abad ke-14 M kesultanan memperkenalkan ekonomi moneter di provinsi dan distrik. Saat itu telah terbentuk sebuah jaringan pusat pasar.
Perekonomian Kesultanan Delhi pun mulai menguat. Pemasukan keuangan negara saat itu masih berbasis pada pertanian. Kesultanan ini sempat porakporanda akibat ekspansi yang dilakukan Timur Lenk dari Dinasti Timurid pada tahun 1398 M.
Tak cuma itu, Kesultanan Delhi juga pernah dipimpin oleh seorang penguasa wanita bernama Ratu Razia Sultana (1236 M - 1240 M). Ratu Razia dikenal sangat cerdas. Dialah ratu pertama yang dimiliki dunia Islam. Dia memimpin dari Delhi timur hingga ke barat Peshawar dan dari Kashmir utara hingga ke selatan Multan. Para sultan Delhi dalam memimpin masyarakatnya didasarkan pada hukum-hukum yang berdasarkan Alquran. Umat beragama lain dipersilakan untuk menjalankan keyakinannya. Kesultanan Delhi mewariskan kejayaannya melalui arsitektur, musik, literatur, dan agama.

Saudi Arabia, 7 Mei 2010, 12.45

Ketika Jazirah Arab Menghijau

Posted by Ahmad Ghozali


Ahad (13/1/2002) lalu, TV Arab Saudi memberitakan fenomena alam langka berupa hujan salju yang terjadi di Tabuk 1500 km dari Riyad. Ketebalan salju mencapai 20 cm dan di Yordania suhu mencapi titik beku. Aneh memang, Jazirah Arab yang terkenal panas dan berpadang pasir, turun salju.
Para ilmuan King Abdul Aziz University bekerja sama dengan ilmuan Barat telah melakukan penelitian ilmiah mengenai fenomena alam yang diterangkan dalam Al-Quran dan Hadis. Salah satunya mengkaji Hadis Rasulallah SAW yang diriwayatkan Abi Hurairah mengenai salah satu tanda hari kiamat yakni kembalinya tanah Arab yang dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai.
Kajian tersebut melibatkan Profesor Alfred Kroner seorang ahli ilmu bumi terkemuka dunia dari Department Ilmu Bumi Institut Geosciences Johannes Gutenburg University Mainz Germany. Prof. Korner menjabarkan bahwa dahulu dataran Arab dipenuhi dengan kebun-kebun yang subur dan sungai-sungai yang mengalir deras. Hal tersebut terjadi pada Era Salju yang ditandai bergeraknya Ice Bergs Kutub Utara secara berlahan ke arah selatan sehingga relatif berdekatan dengan Semenanjung Arab. Saat itulah iklim dataran Arab berubah dan menjadi salah satu daerah yang paling subur dan hijau di muka bumi. Hal tersebut diperkuat dengan photo-photo temuan NASA yang membuktikan bekas sungai-sungai dan danau beberapa ribu tahun lalu.
Penelitian terkini membuktikan bahwa Era Salju Baru telah dimulai. Mencairnya es tersebut berjalan jauh lebih cepat dari berbagai prediksi para ilmuan. Prediksi awal memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai prediksi tersebut. Dalam Konferensi Internasional untuk Perlindungan Lingkungan Hidup yang diadakan di Thailand disebutkan, bahwa timbunan es di bagian utara Amerika Serikat akan mencair sekitar tahun 2030, yang demikian itu disebabkan karena timbunan es sedang beralih menuju Jazirah Arab.
Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut. Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair. Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter. Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia.
Zaman es sendiri disebabkan oleh berbagai perubahan orbit bumi dan sumbu rotasi bumi. Bumi berotasi pada sumbunya yang miring 23,5 derajat dan setiap 41.000 tahun sekali atau kelipatannya sudut Bumi berubah beberapa derajat (contoh menjadi 23,1 derajat). Semakin besar perubahan kemiringan rotasi Bumi semakin besar perubahan musim yang terjadi.
Selain itu, orbit bumi pun berubah selama periode 100.000 tahun. Perubahan orbit Bumi dari bentuk sirkular (bundar) menjadi berbentuk oval (elips).
Perubahan orbit dan sudut rotasi Bumi tersebut mempengaruhi cahaya matahari yang menyinari Bumi. Maka setiap 100.000 tahun sekali iklim Bumi menjadi lebih dingin, musim dingin berlangsung selama beberapa ratus tahun. Akibatnya salju akan turun terus-menerus membentuk lapisan es yang tebal, air laut pun membeku, zaman itu pun dinamai zaman es.
Dari Abi Hurairah ra diriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda yang artinya “Kiamat tidak akan terjadi sampai harta banyak dan melimpah sampai-sampai seseorang mengeluarkan zakat hartanya namun ia tak menemukan orang yang menerimanya dan sampai tanah Arab kembali dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai.” Ketika Jazirah Arab menghijau, kiamat pun semakin dekat.
Saudi Arabia, 19 Mei 2010, 07.54

Rasio Emas Kota Mekkah

Posted by Ahmad Ghozali


Berdasarkan penelitian yang seksama, kota Mekkah merupakan golden ratio point dunia. Bukan kota Greenwich di Inggris yang kini dijadikan rujukan waktu dunia. Bukan tanpa kebetulan sekaligus bukti kebesaran Allah.
Anda tahu angka Fibonacci? Ditemukan oleh matematikawan asal Italia bernama Leonardo da Pisa Fibonacci (1175-1250), deret angka Fibonacci ini mampu mengungkapkan secara menakjubkan kebesaran letak Ka’bah dan Mekkah dalam harmoni jagat raya.
Angka Fibonacci: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584,… Masing-masing angka merupakan hasil penjumlahan dua angka sebelumnya. Salah satu sifat menarik dari angka ini adalah jika Anda membagi satu angka dalam deret itu dengan angka sebelumnya, maka Anda mendapatkan sebuah angka hasil pembagian yang besarnya mendekati satu sama lain. Namun, angka ini bernilai tetap setelah angka ke-13 dalam deret itu (0,618). Angka ini dikenal sebagai “golden ratio” (rasio emas).
Nah, dengan memakai penghitungan angka Fibonacci, ditemukanlah fakta bahwa Mekkah adalah pusat bumi. Proporsi jarak antara Mekkah – Kutub Utara dengan jarak antara Mekkah – Kutub Selatan adalah sama, yakni 1,618 unit yang merupakan Golden Ratio (Rasio Emas).
Prof. Hussain Kamel, salah seorang yang melakukan penelitian ini, mengaku pada mulanya hanya meneliti dan menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia. Ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati posisi ketujuh benua terhadap Mekkah dan jarak masing-masing.
Awalnya ia menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang. Tapi setelah dua tahun meneliti, ia sungguh kaget dengan apa yang ia temukan, bahwa Mekkah ternyata merupakan pusat bumi. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Agustus 1978).
Di sisi lain, hubungan antara Mekkah dan Golden Ratio ternyata juga jelas terukir dalam Surah Ali Imran ayat 96. Jumlah total semua huruf dalam ayat ini adalah 47 (dihitung beserta huruf aslinya). Menghitung Golden Ratio dari total surat, kata Mekkah tersirat pada angka: 47/1.618 = 29,0. Terdapat 29 surat-surat dari awal sampai ayat kata Mekkah seperti dalam peta dunia.
Jika hanya satu kata atau huruf yang hilang, rasio ini tidak pernah bisa dipakai. Dengan tanpa batas, proses yang sama telah dilaksanakan pada peta dunia dan membuktikan koherensi mulia sejumlah surat yang mengungkapkan hubungan antara Mekkah dan Golden Ratio.
Semua bukti ini menunjukkan bahwa antara Sang Pencipta Dunia dan matematika adalah Satu dan Tunggal yaitu Allah SWT, yang tak dapat dijelaskan dan kekuatan besar yang telah menciptakan Ka’bah, kota suci dan Al Qur’an. Ini mengingatkan seluruh umat manusia bahwa Dia telah memberikan tanda-tanda untuk seluruh umat manusia atas dasar ramalannya tentang masa depan dan bahasa umum manusia.
Penemuan mengenai hubungan antara Golden Ratio, Mekkah, Ka’bah dan Qur’an telah meningkat dari hari ke hari. Ini menunjukkan, pengukuran dengan rasio emas kompas yang juga dikenal sebagai Leonardo kompas membuktikan bahwa kota Mekkah terletak di Golden Ratio Point of Saudi, sementara Ka’bah terletak di Mekah Golden Ratio City. Menurut perhitungan probabilitas, semua bukti ini tidak dapat insidentil (terjadi Secara Kebetulan).

Saudi Arabia, 17 Mei 2010, 16.35

Wanita, Dulu dan Kini

Posted by Ahmad Ghozali


Fakta sejarah membuktikan bahwa wanita masa dulu tak ubahnya seperti barang komoditi dan bahkan sampai pada taraf tidak memiliki hak untuk hidup. Para wanita di zaman Romawi diperlakukan sebagai instrument penggoda, perangkat menipu, penghancur hati kaum laki-laki. Wanita dipaksa dan ditindas oleh system kekerasan yang tidak bisa diterima oleh akal dan oleh perasaan manusia. Dalam sejarah Romawi, juga pernah direkomendasikan hasil konvensi wanita yang berisikan empat hal; Pertama, Bahwa wanita itu ada bukan karena kepribadian manusia, maka ia tidak bisa untuk memperoleh hak kehidupan di akhirat. Kedua, diharuskan bagi wanita agar tidak makan daging, tidak ketawa dan tidak boleh berbicara. Ketiga, karena wanita adalah dosa menurut keyakinan Romawi, akibat perbuatan setan, maka ia memiliki cacat dan hina di masyarakat. Dan yang keempat mewajibkan kepada wanita agar hidupnya dipersembahkan dan diabdikan kepada Pagan (patung). Keempat keputusan ini intinya membatasi peran wanita baik di dalam rumah hingga di ranah publik, berbicarapun tidak diperbolehkan.. Para raja-raja Romawi dan Pendeta gereja membuat undang-undang pelarangan berpoligami bagi laki-laki Romawi, akan tetapi mereka sendiri beramai-ramai melakukan poligami tiada batas.

Sedangkan di zaman Yunani seperti yang tertulis dalam buku ”Erotisme Yunani” (terjemahan dari ”Love, Sex and Marriage in Ancient Greece”) yang ditulis Nikolaos A. Vrissimtzs, mencatat, bahwa masyarakat Yunani telah mengkontruksi wanita dalam 2 kategori: Wanita baik-baik/terhormat dan wanita pekerja seks. Wanita terhormat adalah wanita yang tidak menampakan dirinya di publik. Bahkan jika seseorang kenal dan dapat menceritakan tentang wanita tersebut di publik, itu mengancam kehormatannya. Wanita baik-baik ini dikontruksi hanya untuk melahirkan dan ratu rumah tangga. Tidak ada seks untuk kesenangan bagi wanita baik-baik kecuali untuk bereproduksi. Cinta juga tidak cukup dibutuhkan. Karena pernikahan hanya urusan menjaga derajat keluarga dan bereproduksi.

Dari potret sosial di atas, wanita dianggap bagian dari perbuatan buruk setan. Atas dasar pandangan ini, masyarakat Yunani menganggap kaum wanita mereka tidak memiliki hak-hak manusia. Keyakinan nenek moyang mereka, mengatakan bahwa berbagai bencana dalam keberhasilan dan kegagalan hanyalah datang dari kemarahan pagan (berhala) yang disembah. Maka, ketika mereka ingin menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat, selalu menjadikan perempuan bahan sesajen (tumbal) yang dijadikan korban dan dihadiahkan kepada tuhan mereka, dan selalu bergantung pada cara berfikir yang konservatif ini setiap kali mencari solusi bencana. Sementara orang-orang Latin Yunani Athena mengijinkan bagi seorang laki-laki untuk menikahi beberapa wanita tanpa batas. Berbeda dengan kelompok Sparta, mereka melarang laki-laki berpoligami, tetapi mengijinkan perempuan untuk berpoliandri (kawin dengan banyak laki-laki) sesukanya. Mereka sesungguhnya mengabaikan prinsip-prinsip pernikahan dan tujuannya. Karena itu, budaya di kedua kelompok ini menjadi penyebab kehancuran masyarakat.

Lain lagi pandangan agama-agama tentang mereka. Wanita menurut agama Persi, merupakan makhluk yang hina, tak berharga dan terhormat. Bagi orang-orang yang telah dibabtis dan fanatik kepada Zorodaste berkeyakinan bahwa wanita biang berkobarnya kejahatan yang harus disiksa, maka wanita bagi tradisi Persi Kuno, hanya sebagai kepuasan sex dan suami memiliki hak berpoligami tanpa batas dan mempunyai hak penuh hingga diperbolehkan membunuhnya bila tidak mentaati suami.

Agama orang Israil, yaitu Yahudi. Mereka memandang wanita sebagai pembantu rumah tangga, budak yang kapan saja bisa diperjualbelikan, perannya tidak lebih dari pelayan laki-laki. Sedangkan dalam masyarakat arab sebelum Islam, wanita tidak berbeda dengan harta benda dan kekayaan, maka wanita tidak memiliki hak waris. Kehidupan ini banyak terjadi di Negeri Yaman kuno yang terbiasa dengan kehidupan dengan orang-orang Israil dan Shobii. Masih dalam catatan sejarah Arab kuno (sebelum Islam), bahwa ada perilaku buruk masyarakat Arab terhadap anak perempuan, yaitu bilamana memiliki anak perempuan, maka dipandang cela dan hina. Perilaku ini mewabah diberbagai suku yang ada di Arab pada saat sebelum datang Islam. Bila seorang Istri melahirkan anak perempuan, maka suami harus melakukan dua hal: pertama membiarkan anak bayi perempuan di dalam rumah hingga dewasa, kemudian diharuskan memakai jubah dari bulu domba, selanjutnya suka atau tidak harus mau dijadikan pengembala unta dan kambing di padang pasir kaum Badui. Ini pilihan suami yang menghendaki anaknya masih hidup hingga dewasa. Adapun pilihan kedua adalah, mengubur hidup-hidup pada usia enam tahun.

Tapi, setelah munculnya Islam, harkat dan martabat kaum wanita dijunjung tinggi. Sungguh Islam telah menegaskan wasiat (pesan penting) terhadap wanita dan meletakkan wasiat itu setelah wasiat untuk bertauhid kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Islam menjadikan berbuat baik kepada wanita itu termasuk sendi-sendi kemuliaan, sebagaimana telah menjadikan hak seorang ibu itu lebih kuat daripada hak seorang ayah, karena beban yang amat berat ia rasakan ketika hamil, menyusui, melahirkan dan mendidik. Inilah yang ditegaskan oleh Al Qur'an dengan diulang-ulang lebih dari satu surat agar benar-benar difahami oleh kita anak manusia, Luqman: 14 dan Al Ahqaf: 15.

Di tengah parasaan minder dan rendah diri jika memelihara anak perempuan, bahkan menjadikan kaum Arab ketika itu mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, Rasulullah saw menyerukan keutamaan memelihara anak-anak perempuan. Bahkan menurut beliau, “Memelihara tiga anak perempuan dengan tanggung jawab hingga dewasa, menjadikan seseorang masuk surga tanpa hisab.” Ketika ditanya bagaimana kalau hanya dua atau satu? Beliau menjawab, “Dia juga akan masuk surga tanpa hisab.” Sungguh ajaran itu menentang arus deras perasaan malu dan hina saat memelihara anak-anak perempuan.

Bagaimana dengan wanita masa kini? Semakin hari semakin tampak tanda-tanda yang memposisikan wanita seperti masa dulu. Bayangkan, ketika itu masih tahun 1970-an, Hamka sudah menulis kata-kata berikut ini: "Banyak akibat dari kejahatan yang mengerikan terjadi hampir setiap hari di ibukota ini, dan menular-menjalar juga ke daerah-daerah lain di Indonesia yang luas... berfoya-foya di Hotal Duta Indonesia, berdansa-dansi melantai sampai pagi, dengan tarian mencolok mata dipandang dari segi kesopanan. Gadis-gadis dengan bangga membiarkan anggota tubuhnya yang terlarang terbuka."

Dalam buku “Hamka: Dari Hati Ke Hati”, Buya Hamka menulis: "Orang-orang perempuan maju kemuka berlomba merebut kehidupan, sehingga alat-alat penghias diri, alat-alat kecantikan lebih melebihi mahalnya. Kemudian muncullah lomba kecantikan, memperagakan diri, lomba ratu-ratuan. Perempuan muda yang cantik tampil kemuka mendedahkan (memamerkan) dada, pinggul, dan pahanya, ditonton bersama dan diputuskan oleh juri siapa yang lebih cantik lalu diberi hadiah."

Fenomena yang ditulis oleh Buya Hamka tersebut demikian lumrah terjadi di Indonesia. Tidak ada yang melarang baik perkataan, perbuatan, ataupun dalam hati sekalipun. Bahkan pemerintahpun melegalkan prostitusi dengan membiarkannya menjamur.

Harkat dan martabat wanita yang ditinggikan setelah datangnya Islam, selayaknya dipelihara dengan baik. Sebagai seorang yang merdeka, wanita harus mengisi kemerdekaannya dengan menghargai dirinya sendiri. Dan tentunya orang tua yang memiliki peran dan tanggung jawab besar terhadap perkembangan putrinya. Sehingga, tidak ikut-ikutan dengan budaya kebebasan yang telah menyebar luas di negeri ini. Jika masih mempertahankan budaya yang semakin rusak ini, mau tidak mau, posisi wanita berangsur kembali ke masa dulu. Sebagai barang komoditi dan tidak memiliki hak hidup.

Sebagai seorang manusia harusnya sadar bahwa hak dan kewajiban antara pria dan wanita tidaklah sama. RA Kartini, seorang tokoh yang menjadi inspriator para penjuang feminisme dalam suratnya kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902, menulis, “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”
Dalam surat tersebut jelas bahwa Kartini memiliki cita-cita luhur untuk kaum wanita. Memberikan pendidikan dan pengajaran yang layak untuk melakukan kewajibannya dengan sempurna. Yakni sebagai seorang wanita berkualitas yang mendidik generasi-generasi unggul."

Seorang ulama’ pernah berkata: “Ibu adalah madrasah, jika anda persiapkan, maka anda memersiapkan generasi yang harum namanya. Ibu adalah taman, jika ia selalu disiram, maka ia akan berdaun rindang. Ibu adalah guru pertama dari seluruh guru, pengaruhnya sangat besar dan berabobot sepanjang masa.”
Kualitas ibulah yang menjadi ukuran harumnya sebuah generasi. Belajar mendengar, melihat, membaca, dan berperilaku anak diperoleh dari seorang ibu. Memperdengarkan putra-putrinya suara yang baik, memperlihatkan tontonan yang mendidik, membacakan bacaan yang berkualitas, dan mengajarkan perilaku mulia adalah tugas utama seorang ibu.

Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’I yang dikenal dengan Imam Syafi’i seorang Nashir al-Haq wa as-Sunnah yang namanya masyhur sebagai panutan madzhab di Indonesia berkata yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Bakr bin Idris juru tulis Imam al-Humaidi: “Aku adalah seorang yatim di bawah asuhan ibuku. Ibuku tidak mempunyai dana guna membayar seorang guru untuk mengajariku. Namun, ada seorang guru yang telah mengizinkanku belajar dengannya ketika ia mengajar yang lain. Tatkala aku selesai mengkhatamkan al-Qur’an, aku masuk masjid untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan para ulama’. Dalam pengajian itulah aku hafalkan hadis dan permasalahan-permasalahan agama.” Imam asy-Syafi’i merupakan seorang yatim yang ditinggal ayahnya ketika masih berusia kurang dari 2 tahun. Semenjak itulah asy-Syafi’i kecil diasuh oleh sang ibu. Pendidikan awal berupa penanaman aqidah, bahasa Arab, akhlak dan hafalan al-Qur’an diperoleh darinya.

Sungguh Islam telah menegaskan wasiat terhadap wanita dan meletakkan wasiat itu setelah wasiat untuk bertauhid kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Islam juga menjadikan berbuat baik kepada wanita itu termasuk sendi-sendi kemuliaan, sebagaimana telah menjadikan hak seorang ibu itu lebih kuat daripada hak seorang ayah. Karena beban yang amat berat ia rasakan ketika hamil, menyusui, melahirkan dan mendidik. Inilah yang ditegaskan oleh Al Qur'an dengan diulang-ulang lebih dari satu surat agar benar-benar difahami oleh kita semua, yakni dalam surat Luqman: 14 dan al-Ahqaf: 15.

Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW lalu bertanya, "Siapakah yang paling berhak saya pergauli dengan baik?" Nabi bersabda, "Ibumu," orang itu bertanya, "kemudian siapa lagi?" Nabi bersabda, "Ibumu," orang itu bertanya, "Kemudian siapa lagi?" Nabi bersabda, "Ibumu, orang itu bertanya, "Kemudian siapa lagi?" Nabi bersabda, "Ayahmu. (HR. Bukhan Muslim)

Di antara perhatian Islam terhadap seorang ibu dan haknya serta perasaannya bahwa Islam telah menjadikan ibu yang dicerai itu lebih berhak untuk merawat anaknya dan lebih baik daripada seorang ayah.
Ada seorang wanita bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini dahulu saya yang mengandungnya, dan susuku menjadi minumannya dan pangkuanku menjadi tempat ia berlindung. Tetapi ayahnya telah menceraiku dan ingin mengambilnya dariku, maka Nabi SAW bersabda kepadanya' "Engkau lebih berhak (untuk merawatnya) selama engkau belum menikah." (HR. Ahmad)

Umar dengan isterinya yang dicerai pernah mengadu kepada Abu Bakar tentang putranya yang bernama 'Ashim, maka Abu Bakar memutuskan untuk memberikan anak itu kepada ibunya. Kemudian Abu Bakar berkata kepada Umar, "Baunya, ciumannya dan kata-katanya lebih baik untuk anak itu daripada darimu." (HR. Sa'id)

Keberadaan wanita yang telah diperhatikan oleh Islam dengan sepenuh perhatian ini dan yang telah diberikan untuknya hak-hak, maka dia juga mempunyai kewajiban, yakni mendidik anak-anaknya, dengan menanamkan nilai-nilai kemuliaan kepada mereka dan menjauhkan mereka dari kerendahan. Itulah tugas pokok wanita sebagai seorang ibu. Menyiapkan generasi yang kompeten dan unggul. Wallahu a’lam bis showaab.

Saudi Arabia, 8 Mei 2010, 21.47

Gudang Ilmu Pengetahuan

Posted by Ahmad Ghozali


”Gudang lmu Pengetahuan!” Begitu sastrawan besar Iran, Ali Akbar Dehkhoda menjuluki Bukhara — salah satu kota penting dalam sejarah peradaban Islam. Penyair Jalaludin Rumi pun secara khusus menyanjung Bukhara.
”Bukhara sumber pengetahuan. Oh, Bukhara pemilik pengetahuan,” ungkap Rumi dalam puisinya menggambarkan kekagumannya kepada Bukhara tanah kelahiran sederet ulama dan ilmuwan besar. Konon, nama Bukhara berasal dari bahasa Mongol, yakni ‘Bukhar’ yang berarti lautan ilmu. Kota penting dalam jejak perjalanan Islam itu terletak di sebelah Barat Uzbekistan, Asia Tengah. Wilayah itu, dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Wa Wara’ an-Nahr atau daerah-daerah yang bertengger di sepanjang Sungai Jihun. Letak Bukhara terbilang amat amat strategis, karena berada di jalur sutera. Tak heran, bila sejak dulu kala Bukhara telah menjelma menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, budaya dan agama. Di kota itulah bertemu pedagang dari berbagai bangsa di Asia barat termasuk Cina. Lalu sejak kapan Bukhara mulai dikenal?
Menurut syair kepahlawanan Iran, kota Bukhara dibangun oleh raja Siavush anak Shah Kavakhous, salah satu Shah dalam cerita dongeng Iran yang berasal dari Dinasti Pishdak. Secara resmi, kota itu berdiri ada sejak tahun 500 SM di wilayah yang kini disebut Arq. Namun, oasis Bukhara telah didiami manusia mulai tahun 3000 SM, yakni semasa zaman perunggu.
Wilayah Bukhara, sejak 500 SM sudah menjadi wilayah kekuasaan Kekaisaran Persia. Seiring waktu, Bukhara berpindang tangan dari satu kekuasaan ke kekuasaan lainnya, seperti Aleksander Agung, kekaisaran Hellenistic Seleucid, Greco-Bactaian, dan Kerajaan Kushan.
Selama masa itu, Bukhara menjadi pusat pemujaan Anahita. Dalam satu putaran bulan, penduduknya biasa merayakan ritual ibadah dengan mengganti berhala yang sudah usang dengan berhala yang baru. Sebelum Islam menaklukan wilayah itu, penduduk Bukhara adalah para penganut agama Zoroaster yang menyembah api.
Kehidupan penduduk Bukhara mulai berubah ketika tentara Islam datang membawa dakwah. Pada akhir tahun 672, Ziyad bin Abihi menugaskan Miqdam Rabi’ bin Haris berlayar dari Irak menuju daerah Khurasan. Miqdam berhasil menaklukan wilayah itu sampai ke Iran Timur. Setelah Ziyad meninggal, Mu’awiyah, Khalifah Bani Umayyah memerintahkan Ubaidillah bin Ziyad untuk menaklukan Bukhara.
Pasukan tentara Islam pertama menjejakan kaki di tanah Bukhara pada 674 M di bawah pimpinan panglima perang, Ubaidillah bin Ziyad. Namun, pengaruh Islam benar-benar mulai mendominasi wilayah itu pada 710 M di bawah kepemimpinan Kutaiba bin Muslim. Seabad setelah terjadinya Perang Talas, Islam mulai mengakar di Bukhara.
Tepat pada tahun 850 M, Bukhara telah menjadi ibu kota Dinasti Samanid. Dinasti itu membawa dan menghidupkan kembali bahasa dan budaya Iran ke wilayah itu. Ketika Dinasti Samanid berkuasa, selama 150 tahun Bukhara tak hanya menjadi pusat pemerintahan, namun juga sentra perdagangan.
Pedagang dari Asia Barat dan Cina bertemu di kota itu. Di kota Bukhara pun berkembang bisnis pembuatan kain sutera, tenunan kain dari kapas, karpet, katun, produk tembaga, dan perhiasan dari emas serta perak dengan berbagai bentuk. Bukhara pun kesohor sebagai pasar induk yang menampung produk dari Cina dan Asia Barat. Selain itu, karena berada di sekitar Sungai Jihun, tanah Bukhara pun dikenal sangat subur. Buah-buahan pun melimpah. Kota Bukhara terkenal dengan buah-buahan seperti Barkouk Bukhara yang terkenal hampir seribu tahun. Geliat bisnis dan perekonomian pun tumbuh pesat. Tak heran, bila kemudian nama Bukhara makin populer.
Pada era keemasan Dinasti Samanid, Bukhara juga menjadi pusat intelektual dunia Islam. Saat itu, di kota Bukhara bermunculan madrasah-madrasah yang mengajarkan ilmu pengetahuan. Dinasti Samanid pun mulai memperbaiki sistem pendidikan umum. Di setiap perkampungan berdiri sekolah. Keluarga yang kaya-raya menndidikan putera-puterinya dengan sisitem home schooling atau sekolah di rumah.
Anak yang berusia enam tahun mulai mendapat pendidikan dasar selama enam tahun. Setelah itu, anak-naka di Bukhara bisa melanjutkan studinya ke madrasah. Pendidikan di madrasah dilalui dalam tiga tingkatan, masing-masing selama tujuh tahun. Keseluruhan pendidikan di madrasah harus ditempuh selama 21 tahun.
Para siswa mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, mulai ilmu agama, aritmatika, jurisprudensi, logika, musik, serta puisi. Geliat pendidikan di Bukhara itu telah membawa pengaruh yang positif dalam penyebaran dan penggunaan bahasa Persia dan Uzbek.
Tak heran, kemampuan penduduk Bukhara dalam menulis, menguasai ilmu pengetahuan serta keterampilan berkembang pesat. Di tanah Bukahara pun kemudian lahir sederet ulama dan ilmuwan Muslim termasyhur.
Pada tahun 998 M, kekuasaan Dinasti Samanid berakhir dan digantikan Dinasti Salajikah. Tak lama kemudian, diambli alih Dinasti Khawarizm. Pada masa itu, status Bukhara sebagai pusat peradaban dan perkembangan Islam masih tetap dipertahankan. Ketika masa kekuasaan pemerintah Sultan Ala’udin Muhammad Khawarizm Syah berakhir, Bukhara sebagai pusat ilmu pengetahuan pun mulai meredup.
Pada tahun 1220 M, peperangan hebat antara pasukan Sultan Ala’udin dengan pasukan Mongol di bawah komando Jengiz Khan meletus. Serangan bruta yang dilakukan 70 ribu pasukan Jengiz Khan tak mampu diredam. Bukhara pun jatuh ke tangan pasukan Mongol. Dengan kejam dan sadis, pasukan Mongol membantai penduduk kota, membakar madrasah, masjid dan bangunan penting lainnya.
Jengiz Khan meluluh-lantakan peradaban dan ilmu pengetahuan yang dibangun umat Islam di Bukhara. Bukhara rata dengan tanah. Ibnu Asir melukiskan kondisi Bukhara dengan kata-kata:ka an lam tagna bi al-amsi (seolah-olah tak ada apa-apa sebelumnya). Cahaya kemajuan peradaban yang ilmu pengetahuan yang terpancancar dari Bukhara pun meredup.
Nasib tragis ini, 38 tahun kemudian dialami pula oleh Baghdad, ketika Hulagu Khan keturunan Jengiz Khan menghancurkan metropolis intelektual abad pertengahan itu dengan bengis dan sadis.
Ulama dan Ilmuwan Besar dari Bukhara
Masa kejayaan Bukhara sebagai pusat ilmu pengetahuan telah melahirkan sederet ulama dan ilmuwan besar dari Bukhara. Hal itu menunjukkan bahwa Bukhara memiliki pengaruh yang besar pada era keemasannya. Di antara tokoh-tokoh besar asal Bukhara itu memberi kontribusi yang besar bagi perkembangan agama Islam dan ilmu pengetahuan itu antara lain: Imam Bukhari
Imama Bukhari
Imam Bukhari terlahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H bertepatan dengan 21 Juli 810 M. Ia adalah ahli hadits termasyhur. Imam Bukhari dijuluki amirul mukminin fil hadits atau pemimpin kaum mukmin dalam hal ilmu hadits. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari.
Tak lama setelah lahir, Imam Bukhari kehilangan penglihatannya. Bersama gurunya Syekh Ishaq, ia menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dari satu juta hadits yang diriwayatkan 80 ribu perawi disaringnya menjadi 7.275 hadits. Ia menghabiskan waktunya untuk menyeleksi hadits shahih selama 16 tahun. Shahih Bukhari adalah salah satu karyanya.
Ibnu Sina
Terlahir di Afsyahnah, Bukhara pada 980 M. Ibnu Sina adalah seorang filsuf, lmuwan sekaligus dokter. Ia dijuluki sebagai ‘Bapak Pengobatan Modern’. Buah pikir dan karyanya dituangkan dalam 450 buku, sebagaian besar mengupas filsafat dan kedokteran. Ibnu Sina merupakan ilmuwan Islam paling terkenal. Hasil pemikiran yang paling termasyhur dari Ibnu Sina adalah The Canon of Medicine (Al-Qanun fi At Tibb).
Selain itu, era tamadun Bukhara juga telah melahirkan sosok ulama dan Ilmuwan sepertih Abu Hafsin Umar bin Mansur Al-Bukhari yang dikenali dengan nama Al-Bazzar, Al-Hafiz Abu Zakaria Abdul Rahim Ibnu Nasr Al-Bukhari, Abdul rahim bin Ahmad Al-Bukhari, dan Abu Al-Abbas Al-Maqdisi Al-Hambali.
Di bidang sastra, Bukhara juga telah menghasilkan sederet sastrawan dan penyair kondang. Para penyair dan sastrawan kelahiran Bukhara telah menisbahkan nama mereka kepada Bukhara. Para penyair dan sastrawan dari Bukhara itu antara lain;i Ar-Raudaky, Fadhil Al-Bukhari, Am’aq Al-Bukhari, Al-Khajandi, Lutfullah An-Naisaburi, serta Ahmad Al-Karamani.
Bukhara di Era Modern
Meski masa kejayaannya telah berlalu pada abad ke-13 M, Bukhara masih memegang peranan yang penting di abad ke-19 M. Menurut Demezon, pada tahun 1833, Bukhara tetap menjadi bagian yang penting dalam kehidupan keagamaan dan budaya di kawasan tersebut.
“Madrasah-madrasah di Bukhara masih terkenal hingga ke Turkistan. Pelajar-pelajar dari Khiva, Kokand, Gissar bahkan dari Samarkand dan kawasan Tatar berbondong-bondong belajar ke Bukhara. Ada sebanyak 60 madrasah di Bukhara yang sukses maupun kurang sukses,” papar Demezon menggambarkan situasi Bukhara di abad ke-19.
Memasuki era modern, Bukhara berada di bawah kekuasaan Rusia. Bukhara pun dijadikan semacam bidak catur dalam ‘permainan besar’ antara Rusia dengan Inggris. Kota itu benar-benar merdeka selama revolusi komunis. Namun, Bukhara akhirnya masuk dalam kekuasaan Uni Soviet.
Menyusul terbentuknya Uni Soviet, Tajiks yang merupakan bagian dari Uzbekistan menuntut kemerdekaan. Rusia yang mendukung Uzbekistan atas Tajiks membenyerahkan kota yang secara tradisional berbahasa dan berbudaya Iran, yakni Bukhara dan Samarkand kepada Uzbekistan.

Saudi Arabia, 5 Mei 2010, 17.02

Jantung: Pusat Kendali Tubuh

Posted by Ahmad Ghozali


Dalam istilah kedokteran kata “Heart” dalam bahasa Inggris dan “Qalbun” dalam bahasa Arab mempunyai makna jantung, bukan hati seperti yang dipikir oleh manusia kebanyakan. Hal ini diperkuat dengan penelitian terkini yang menunjukkan bahwa jantung dapat memahami perasaan, memiliki memori, dan mempunyai pengaruh besar terhadap otak. Jantung pun mulai menjalankan fungsinya sejak embrio dalam kandungan baru berusia 21 hari, jauh sebelum otak terbentuk.

Komposisi jantung berisi jaringan neuron rumit yang mengeluarkan hormon-hormon pengendalian ke seluruh badan. Sehingga ia dapat mengingat, merasa dan mengendalikan emosi setiap detakannya dengan mengirim pesan-pesan ke otak dan semua organ-organ tubuh. Pesan-pesan tersebut tak lebih dari sinyal-sinyakl elektromagnetik yang berubah sesuai kondisi jantung.

Pada 11 Agustus 2007 lalu, koran Washington Post memuat laporan tentang Peter Houghton yang melakukan operasi pencangkokan jantung buatan. Peter merasa telah kehilangan perasaan dan kemampuan untuk mencintai orang dekatnya.

Prof Gary E. Schwartz spesialis Kejiwaan di Universitas Arizona melakukan penelitian yang melibatkan lebih dari 300 pasien yang melakukan operasi pencangkokan jantung. Dia menemukan kalau semua pasien itu mengalami berbagai perubahan psikologis setelah operasi.

Temuan juga didapat pada seorang wanita bersuami seorang pria atheis yang kemudian menembak dirinya sendiri. Dokter mengatakan jantung pria tersebut sehat, lalu dicangkokkan pada seorang pria beriman yang memerlukan. Secara tidak sengaja, pria beriman ini bertemu dengan wanita (janda pria yang bunuh diri) tadi. Saat dia melihat janda ini, ia merasa telah mengenalnya yang kemudian menikahinya. Yang mengejutkan, pria beriman tersebut menjadi atheis dan kemudian bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri dan mati dengan cara yang sama seperti pria pertama. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa kesadaran dan pusat pemikiran ada di jantung, bukan di otak.

Hingga saat ini, ilmuwan Barat tidak memahami fenomena ini dan rahasia dibalik perubahan psikologis yang mereka temukan tersebut. “Ilmuwan biasa memperlakukan tubuh manusia ibarat sebuah mesin dan kami tidak pernah memperhatikan mengenai relasi antara perasaan dengan organ tubuh kita.” Ujar Rof Arthur Caplan , Kepala Etika Medis di Universitas of Pennsylvania.

Bertahun-tahun ilmuwan mempelajari jantung dari sisi fisiologi dan mereka menganggapnya hanya sebagai mesin pompa darah, tak lebih tak kurang. Tapi, mulai abad 21 dan perkembangan pesat bidang pencangkokan jantung dan pembedahan jantung buatan, para peneliti mulai menyadari adanya fenomena aneh dan samar yang terjadi pada psikologis pasien setelah pencangkokan itu.

Banyak Peneliti percaya bahwa jantung memimpin otak dan setiap sel jantung memiliki memori. Prof. Gary dalam Nexus Magazine April 2005, berkata bahwa setiap kejadian yang dilakukan manusia tertulis di seluruh sel tubuh. Banyak peneliti juga yakin kalau sel-sel jantung menyimpan informasi.

Sekarang, para peneliti memastikan jantung dengan pengaturan harmonisnya mengendalikan seluruh tubuh. Hal yang dianggap sebagai metode menghubungkan semua sel saat darah mengalir ke setiap sel kemudian memberi makan tidak saja dengan oxygen tapi juga informasi. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai Qalbu, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-‘A’raaf ayat 179).

Saudi Arabia, 14 Mei 2010, 02.40

Ghozali dan Sang Ayah

Posted by Ahmad Ghozali

Ahmad Ghozali lahir di Surabaya saat fajar tanggal 16 Rajab 1408 H, bertepatan dengan 16 Maret 1987 dari sepasang suami-isteri H. Fadli dan Nur Sa’adah. Lahir tanpa ditemani atau bantuan manusia seorang pun selain ibunya. Ketika itu, sang ayah sedang berada di Kediri mengikuti pengajian sholawat Wahidiyah yang dilaksanakan setahun 2 kali, yakni pertengahan bulan Muharram dan Rajab. Dan hari pun masih gelap, sehingga tetangga banyak yang belum bangun.

Memang, sang ayah sangat kental dengan dunia tarekat maupun ajaran tasawwuf. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu, berguru ke banyak kyai di berbagai tempat. Mulai dari Banten, Madura, Sumbawa, India, Bangladesh, sampai ke Arab Saudi. Sang ayah yang asli Klaten dan masih ada keturunan keraton tersebut mempunyai pandangan berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Saat itu, keadaan masyarakat Klaten terbius oleh iming-iming kesenangan duniawi. Seluruhnya bekerja dan berlomba-lomba menumpuk kekayaan. Sekolah hanya sampai tingkat SD, setelah itu bekerja, tak terkecuali dengan adik-adiknya yang berjumlah 8 orang. Berbeda dengan Fadli kecil yang terus melanjutkan sekolahnya sampai tingkat menengah atas. Di usianya ke 20, mulailah ia hijrah ke berbagai daerah tersebut demi menuntut ilmu. Ia benar-benar meninggalkan duniawi, tidak pernah bekerja sekalipun kecuali setelah berumah tangga. Baginya, kekayaan hanya diperuntukkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja. Sisa waktunya untuk memberikan manfaat kepada semua orang, bukan menumpuk kekayaan. Sepertinya faktor-faktor itulah yang memengaruhi jalan pikiran Ghozali saat ini.


Lulus Tsanawiyah, ia ingin meneruskan studinya di salah satu pesantren di daerah Jombang yang terkenal dengan SMU Unggulannya. Memang, ia belum bisa lepas dengan hobinya dalam dunia sains. Tiga tahun di pondok belum bisa merubah pendiriannya untuk menjadi seorang ilmuwan. Tapi, sang ayah rupanya tidak mendukung, dengan alasan pondok tersebut sedang dilanda masalah internal antar pengasuh, jadi kurang kondusif untuk dijadikan tempat studi. Besoknya, berdua dengan sang ayah, ia pergi mengelilingi kota Malang mencari pesantren. Tapi, tidak menemukan satu pesantren pun yang sreg dihatinya. Akhirnya, sang ayah menawarkan solusi untuk nyantri di sebuah pesantren di daerah Ponorogo. Tanpa banyak pertimbangan, ia pun menerima tawaran itu. Tidak terpikir sebelumnya untuk bisa nyantri di pesantren itu, katanya biayanya mahal. “Bismillah…!” kata sang ibu menenangkan.

Setelah dinyatakan lulus masuk pesantren tersebut tahun 2002, Ghozali mengalami syahrul huzn (bulan kesedihan). Pasalnya 3 hari setelah masuk pesantren, ia mendapat kabar bahwa kyai yang mengasuhnya di pesantren dulu meninggal dunia. Memang, terakhir sowan, ia harus masuk ke kamar kyai untuk dapat berbincang dengannya. Sebuah kejadian yang belum pernah dialami olehnya atau bahkah seluruh santri di pondok itu.

Dua minggu setelahnya, sang ayah masuk rumah sakit. Dokter mendiagnosa bahwa ayahnya mengidap penyakit jantung, yang disebabkan oleh kebiasaannya menghisap rokok. Seumur hidup ia harus minum obat dan harus banyak istirahat. Saat itulah, sang ayah harus mengurangi aktivitasnya. Biasanya 4 kali dalam setahun, ia harus menemui klien-kliennya di Malaysia sekedar memberikan bimbingan spiritual. Salah satu kliennya adalah mantan presiden Malaysia yang membutuhkan bimbingan beliau ketika di penjara. Sisa waktunya di Indonesia, digunakan untuk mengurusi salah satu partai dan organisasi kemasyarakatan. Serta mengasuh sebuah pesantren milik sahabatnya. Menurutnya, manusia diciptakan di bumi ini untuk menjadi pemimpin dan memilihara bumi ini agar tetap terjaga. Karena, bumi sudah mulai rusak, maka harus dibenahi. Salah satunya melalui jalur kekuasaan.

Empat tahun di pesantren dilaluinya tanpa terasa karena padatnya aktivitas. Waktu 24 jam sehari yang disediakan oleh sang Pencipta dimanfaatkan sepenuhnya tanpa ada yang tersisa. Ada kejadian menarik yang ia dapat di pondok. Saat seluruh siswa akhir dilarang pulang, ia justru berulang kali pulang ke rumah. Alasanya, mencetak majalah atau buku di Surabaya. Tempat tinggalnya yang dekat dengan percetakan memang menguntungkan. Dengan motivasi ingin pulang itulah, ia banyak menghasilkan karya. Entah majalah ataupun buku. “Yang penting bisa pulang dan menengok keadaan ayah!” pikirnya.

Setelah menunaikan masa pengabdiannya di pesantren tersebut tahun 2007, ia nyantri lagi di pesantren Tahfidzil Qur’an Ampel Surabaya. Alasanya hanya satu, supaya dekat dengan sang ayah. Karena rencana awal mau nyantri di Pacet, Mojokerto. Tiap hari jum’at ia sempatkan pulang, menengok sang ayah. Sempat, ia dimarahi karena sering pulang. Tapi, niatnya tak terkalahkan. Saat-saat itulah, ia mulai sedikit mengerti tentang pribadi sang ayah. Banyak yang diajarkannya, terutama mengenai konsep hidup. Memang, selain pelajaran matematika ketika masa kecilnya dulu, ia belum pernah menerima pelajaran apapun dari sang ayah. Aneh memang, seorang ahli tasawwuf mengajar putranya matematika. Ilmu agama pun, ia dapatkan dari sang ibu yang juga tamatan pesantren. Itulah yang ia pahami sekarang, ilmu pengetahuan umum berdiri diatas landasan ilmu agama. “Menuntut ilmu itu, bukan untuk mencari ijasah, title, peringkat kelas, supaya bisa hidup enak, atau pun menjadapat pekerjaan. Tapi, untuk menghilangkan kebodohan. Tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadist.” Nasehatnya suatu ketika.

Tapi, masa-masa itu tidak berlangsung lama, tepat 3 bulan setelah nyantri di pesantren itu, sang ayah meninggal dunia. Meninggalkan lima orang anak yang dua lainnya masih berusia 6 dan 1 tahun. Tidak ada yang dapat keluar dari mulutnya kecuali, “Tahfidzil al-Qur’an memang tidak gampang. Mudah menghafalnya, tapi cobaannya sangat besar. Saya harus sabar. Seluruh keluarga adalah tanggung jawab saya.” Ujarnya.

Kini, setelah mengalami masa penyesuaian peralihan tanggung jawab tersebut, ia kembali meneruskan studinya. Mempelajari al-Qur’an di tempat turunnya, Arab Saudi. Masa-masa penyesuaian tersebut ia gunakan untuk menyelesaikan Strata 1 dan diploma bahasa Arab di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Entah cobaan apa lagi yang akan ia terima…! Ia hanya berpedoman, “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung.” (at-Taubah: 129).