Pemikiran Sains Al-Afghani

Posted by Ahmad Ghozali



Selama ini, Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897) lebih dikenal sebagai politikus ulung. Ketika baru berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A'zam Khan menjadi Perdana Menteri. Ketika Inggris mulai mencampuri urusan politik dalam negeri, Al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke India di tahun 1869.

Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena negara ini telah jatuh di bawah kekuasaan Inggris, sehingga ia pindah ke Mesir tahun 1871. la menetap di Cairo dan memusatkan perhatian pada ilmu pengetahuan dan sastra Arab, dunia politik pun ia tinggalkan. Kediamannya menjadi tempat pertemuan para murid dan pengikutnya. Di tempat inilah, Al-Afghani mengajar dan mengeluarkan ide-ide pembaharuan. Menurut keterangan Muhammad Salam Madkur, pengikut Al-Afghani kebanyakan dari kalangan hakim, dosen, dan pegawai pemerintah. Sehingga, beberapa muridnya seperti Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaghlul mampu memimpin kemerdekaan Mesir.

Tekanan Inggris kepada Mesir memuncak pada tahun 1876 membuat Al-Afghani kembali ke ranah politik dan berhasil mendirikan partai Al-Hizb Al-Watani. Tujuannya memperjuangkan pendidikan universal, kemer¬dekaan pers dan memasukkan unsur-unsur Mesir ke dalam posisi-posisi dalam bidang militer. Sehingga, slogan "Mesir untuk orang Mesir" pun menggema seantero Mesir. Karena pengaruhnya demikian kuat, melalui tekanan Inggris, akhirnya pemerintah mengusirnya tahun 1879.

Al-Afghani kemudian hijrah ke Prancis, dan membentuk perkumpulan bernama Al-Urwah Al-Wutsqa. Anggotanya terdiri atas orang-orang Islam dari India, Mesir, Suria, Afrika Utara, dan lain-lain. Perkumpulan tersebut dibentuk untuk memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam pada kemajuan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut mereka menerbitkan majalah dengan nama yang sama. Tetapi hanya berumur 8 bulan, disebabkan Negara-negara Eropa melarang peredarannya.

Saat Al-Afghani di Prancis inilah, Ernest Renan (1823-1892), seorang filosof asal Prancis menulis dalam Majalah Journal Des Debats yang terbit tanggal 29 Maret 1883 menyangkut masalah “Islam dan Sains.” Terdapat tiga poin penting yang diutarakan dalam tulisan tersebut. Pertama, bangsa Arab tidak pernah memberi sumbangan apapun atas kemajuan sains dan teknologi. Karena ketika bangsa Arab menguasai pemerintahan, sains dan peradabannya dikuasai oleh kalangan Persia. Bidang filsafat dan sains juga dikuasai oleh golongan Kristian Nestorian. Para filosof terkemuka seperti Ibn Sina, al-Farabi dan Ibn Rusyd pun bukanlah dari kalangan Arab. Kedua, sains, filsafat dan pemikiran bebas adalah musuh Islam. Yang lebih ditekankan dalam Islam hanya perkara-perkara ghaib serta keimanan kepada qadha` dan qadar. Ketiga, bangsa Arab telah menjauhkan akal dari filsafat. Ia menyatakan bahwa Khulafa` al-Rasyidin yang diselubungi unsur Arab telah gagal menampilkan filsafat dan inovasi sains. Tetapi ketika unsur Persia mendominasi Daulah Abbasiyah, barulah filsafat, sains, dan peradabannya menyebar ke seluruh wilayah Islam.

Jelas, tuduhan itu tidak mendasar. Al-Afghani pun merespon pernyataan tersebut di harian yang sama tanggal 18 Mei 1883. Respon al-Afghani bersifat menyeluruh, tidak rasisme, adil, tidak emosional, dan mengoreksi pemahaman Renan atas ajaran Islam yang menganggap bahwa Islam tidak cocok dengan sains . Al-Afghani memandang sejarah kelam Kristiani yang berakibat pada kebangkitan sains, filsafat, dan modernism, tidak dapat disamakan dengan kemunduran Islam yang berafiliasi pada penolakan terhadap agama. Menurut Al-Afghani, tidak ada permusuhan antara agama-sains, teologi-filsafat, dan traditional-modernisme. Yang patut disalahkan adalah pemerintah karena kekurang-pamahamannya atas ajaran agama Islam.

Seandainya pemerintah kembali kepada asal usul dan prinsip agama yang hakiki, niscaya konflik, konfrontasi, penjajahan dan penindasan tidak akan terjadi. Tidak pernah terjadi pertentangan antara hakikat agama dengan inovasi sains baik pada waktu silam, zaman pertengahan, maupun pada masa kini dan masa depan. Untuk itulah umat Islam perlu melakukan gerakan reformasi dan revitalisasi untuk mengembalikan ummat pada zaman keemasannya. Al-Afghani mengakui kehebatan intelektual modern Barat saat ini, tapi ia juga mengingatkan bahwa kejayaan tersebut tidak luput dari sumbangsih peradaban Islam pada abad pertengahan.

Dalam mengungkap kemunduran peradaban Islam, Al-Afghani menggunakan istilah “muslim religion” yang berarti orang muslim, bukan agamanya. Karena pada dasarnya, Islam yang hakiki mewajibkan penganutnya untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu, termasuk sains.

Kemunduran umat Islam mendorong Al-Afghani menciptakan pemikiran-pemikiran baru agar umat Islam mencapai kemajuan. Pemikirannya didasarkan pada keyakinan bahwa agama Islam sesuai untuk semua bangsa, zaman, dan keadaan. Tidak ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi yang disebabkan perubahan zaman. Kemunduran umat Islam, telah dipengaruhi oleh sifat statis, berpegang pada taklid, bersikap fatalis, telah meninggalkan akhlak yang tinggi, dan telah melupakan ilmu pengetahuan.

Al-Afghani mengajak umat, pemimpin dan kelompok agar bersatu dan bekejasama dalam meraih kemajuan dan membebaskan diri dari intervensi Barat. Al-Afghani pun mencetuskan ide Pan Islamisme (Al-jami’iyyah Al-Islamiyyah). Semangat ini dikobarkan ke seluruh negeri Islam yang tengah berada dalam kemunduran dan dominasi Barat.
Pemikiran Al-Afghani terhadap sains dalam konteks pembaharuan dapat dilihat dalam “Refutation of the Materialists”. Terdapat tiga pokok ide yang ia cetuskan. Pertama, dimulai pada masa Rasulullah dan Khulafa’ur Rasyidin, ummat Islam berhasil menumbangkan kekuasaan Romawi dan Persia disebabkan penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan. Kedua, hasil kajian ilmuan dan filosof Islam terhadap fakta-fakta saintifik di dalam al-Qur’an memperkokoh posisi Islam terhadap sains. Ketiga, membuka pintu ijtihad dalam reformasi dan revitalisasi ummat Islam sehingga membuahkan gagasan sains Islam.

Muhammad Basha Al-Makhzumi dalam Khatirat menggambarkan pemikiran Al-Afghani mengenai Islam dan Sains. Ia menegaskan, bahwa Islam sama sekali tidak pernah dan tidak akan menentang keberadaan sains. Menurutnya, hukum fisika, geometri, dan teori-teori filsafat berdiri pada asas kebenaran selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Selain itu, konsep sains yang digagas oleh Al-Afghani juga dapat dilihat dari pidatonya berjudul “Lecture on Teaching and Learning” tanggal 8 November 1882 di Albert Hall, Calcutta, India. Al-Afghani berpendapat bahwa sains yang cabangnya meliputi astronomi, kimia, fisika, matematika, geologi, dan sebagainya, telah membuktikan fakta-fakta dan fenomena-fenomena terkait kebenaran. Sehingga, sains sangat dibutuhkan untuk membangun dan memajukan umat Islam. Tanpanya kaum Muslimin tidak akan mampu bersaing dengan peradaban Barat.

Sehubungan ini Charles E. Butterworth dalam tulisannya “Prudence Versus Legitimacy: The Persistent Theme in Islamic Political Thought,” merumuskan asas pemikiran terpenting Al-Afghani. Menurutnya, prinsip dasar pemikiran Al-Afghani adalah bahwa ilmu pengetahuan akan berguna bagi manusia sepanjang zaman. Sains akan memberikan peranan besar dalam kehidupan manusia yang dapat meningkatkan taraf hidup. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak menguasainya.

Puncaknya dalam peresmian Universitas Sains ‘Darul Funun’ di Istanbul, Turki, 20 Februari 1870, Al-Afghani berpidato:

"Saudara-saudaraku! Bukalah mata baik-baik dan lihatlah pelajaranmu. Bangunlah dari tidur yang melenakan. Ketahuilah bahwa ummat Islam adalah ummat terbaik, yang paling berharga di dunia ini. Mereka sangat hebat dalam kecerdasan, pemahaman, dan kewaspadaan. Mereka pernah dihadapkan pada hal tersulit dalam bekerja dan berusaha. Belakangan ini ummat Islam tenggelam dalam kelalaian dan kebodohan. Seperti berada di sudut madrasah dan biara darwis, sampai-sampai lampu kebajikan berada di titik padam; dan ruh pendidikan pun menghilang. Sinar matahari dan cahaya bulan mulai memudar. Beberapa negara-negara Islam berada di bawah dominasi negara-negara lain. Pakaian kehinaan disematkan padanya. Kesucian agama pun mulai dihina. Semua hal ini terjadi akibat kurangnya kewaspadaan, kemalasan, kebodohan dan tidak mau berusaha....
.... Sejauh ini, marilah kita belajar semua cabang Sains. Marilah kita tingkatkan derajat kemanusiaan. Marilah kita bebaskan diri dari kebodohan dan sifat kebinatangan....
... Jangan sampai kita kehilangan kejayaan masa lalu dan hak-hak generasi mendatang.
... Kita harus berjalan menuju ke tahap-tahap kebajikan. Marilah kita berusaha untuk meningkatkan kemuliaan agama Islam.
Saudara-saudara! kita tidak akan mengambil contoh dari bangsa beradab? Marilah kita lirik prestasi usaha mereka. Karena mereka telah mencapai tingkat tertinggi ilmu pengetahuan….”


Pidato Al-Afghani yang penuh dengan retorika tentang kedudukan dan peranan sains tersebut telah membangunkan ummat Islam dari tidur panjangnya dan mendapat sambutan hangat dari pendiri Darul Funun. Selanjutnya, Tahsin, penasehat Darul Funun meminta Al-Afghani memberikan kuliah di universitas tersebut sepanjang bulan Desember 1870. Ia menyampaikan kuliah bertajuk “The Progress of Sciences and Arts” dengan bahasa Turki sebagai bahasa pengantarnya.

Ide pembaharuan kebangkitan ummat Islam dengan menguasai sains mendapat dukungan dari golongan muda Muslim berpendidikan Barat yang dikenal sebagai ‘The Young Ottomans’ seperti Tahsin (Penasehat Darul Funun) dan Tahir Munif (Presiden Majelis Pendidikan Turki). Kedua orang itu merupakan alumni pendidikan sains di Jerman dan kedua-duanya bercita-cita untuk mendirikan pusat pengkajian sains (the house of sciences). Kedatangan Al-Afghani ke Istanbul telah mengukuhkan hasrat dua sahabat itu untuk menggabungkan kemajuan sains dan teknologi moden yang mereka ketahui dengan kepandaian Al- Afghani dalam penguasaannya di bidang sains Arab yang diwarisi ulama di abad pertengahan. Ide pendirian Universiti Sains Islam Darul Funun tersebut merupakan respok ulama dan Al-Afghani terhadap pentingnya ummat Islam dalam menguasai berbagai disiplin sains.

Saudi Arabia, 9 Dzulqo’dah 1431 H, 14.30

Rahasia Bulan Purnama

Posted by Ahmad Ghozali


Pernah dengar cerita-cerita mitos tentang manusia yang berubah (lycantrophy) pada saat bulan purnama, seperti makhluk Werewolf di Amerika, Macan di India dan sebagian Asia, Beruang di Eropa, Macan Tutul dan Singa di Afrika, Jaguar di Amerika Latin dan Siluman Buaya di Indonesia?

Selama berabad-abad telah ada keyakinan luas bahwa bulan memberikan pengaruh yang kuat pada kesehatan manusia dan perilakunya. Bukti yang paling kuat ini ditemukan dalam kata "lunatic" yang artinya gila, sebuah istilah yang berasal dari "lunar" dan awalnya digunakan untuk menggambarkan suatu bentuk kegilaan yang dianggap disebabkan oleh fase bulan.

Para dokter spesialis asal Miami, Amerika menjelaskan penelitian mereka bahwa terdapat korelasi kuat antara siklus bulan lengkap (purnama) dan sikap emosional pada manusia. Mereka juga menganalisa dari grafik statistik rumah sakit dan kantor polisi bahwa setelah siklus bulan lengkap terjadi, tingkat kejahatan, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas meningkat tajam. Orang yang menderita ketidakstabilan emosional dan gangguan mental, pasien dengan kepribadian ganda, dan orang tua lebih rentan terhadap cahaya bulan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa persentase terbesar perceraian, pertengkaran, dan kekerasan di beberapa kota berada di tengah bulan yakni saat bulan purnama.

Peneliti Klinis Toxicology, Leonie Calver, asal Australia juga melakukan penelitian yang sama. “Temuan kami adalah sebuah premis bahwa individu dengan perilaku kekerasan dan gangguan akut lebih banyak terjadi pada saat bersamaan dengan berlangsungnya bulan purnama,” ujarnya.

Para peneliti di Leeds University, juga membuktikan bahwa terdapat lonjakan pasien di seluruh rumah sakit setelah bulan purnama. Keluhanannya adalah kegelisahan dan depresi.

Fenomena ini dapat dijelaskan secara ilmiah dan dapat diterima. Ia mengatakan bahwa air di lautan dipengaruhi oleh daya gravitasi bulan dalam proses pasang surut. Komposisi tubuh manusia 80%nya adalah air, dan dua organ tubuh yang paling penting memiliki komposisi diatas 80% yaitu otak (90%) dan darah (90-95%). Jadi, potensi pengaruh gravitasi bulan juga tidak dapat diindahkan. Sehingga suasana hati dan sikap emosional manusia pun terkena imbasnya.

Penelitian ilmiah terbaru yang dilakukan oleh Dr. Amir Saleh, Konsultan Kesehatan di Amerika serta dosen Universitas Chicago, berpendapat bahwa puasa dapat mengendalikan pengaruh grafitasi bulan tersebut.

Karena puasa dapat memurnikan darah serta regenerasi sel-sel tubuh. Di dalam dan luar sel terdapat cairan, yang mana jika kita berpuasa dapat menambah kualitas cairan tersebut, terutama saat 3 hari (13, 14, 15 penanggalan Hijriah) tengah bulan.

Jika fokus (berpuasa 3 hari berturut-turut), grafitasi bulan yang memengaruhi cairan dalam sel tubuh manusia justru membantu menyeimbangan ion tubuh, memberikan tambahan energy, serta meningkatkan kekebalan tubuh.

Ibnu Sina dalam bukunya “Al-Qanun fi al-Tibb” menjelaskan pula bahwa proses pengobatan semisal hijamah, paling baik dilakukan saat pertengahan bulan, yakni tanggal 13, 14, 15 kalender Qamariyah, bukan permulaan atau akhir bulan.

Secara umum Dr. Allan Cott, M.D, seorang ahli kesehatan asal Amerika, menyatakan bahwa puasa dapat menjadikan diri lebih baik secara mental dan fisik, membersihkan badan, menurunkan tekanan darah dan kadar lemak, mengendalikan nafsu seks, mengendorkan ketegangan jiwa, menajamkan fungsi inderawi, mampu mengendalikan emosi, serta memperlambat proses penuaan.

Telah menceritakan kepada kami (Rauh), telah menceritakan kepada kami (Hammam) dari Anas bin Sirin dari Abdul Malik bin Qatadah bin Milhan Al-Qaisy dari Ayahnya ia berkata; "Rasulullah SAW pernah memerintahkan kami berpuasa yaumul bidh, yaitu; tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas, dan beliau bersabda: "ia seperti puasa selamanya." H.R. Imam Ahmad.

Saudi Arabia, 13 Syawwal 1431, 02.45

Cukup Bagiku Allah

Posted by Ahmad Ghozali



Keikhlasan, kata itulah yang akan kita temui diurutan pertama pada papan “Panca Jiwa”, yang banyak bertebaran di lingkungan Pondok Modern Gontor. Sebuah papan berbahasa Indonesia yang kebal hukum CLI (Central Language Improvement), karena bukan hanya diperuntukkan bagi santri, tapi juga bagi kyai, guru, wali santri dan tamu Pondok Modern. Mengapa harus nilai ”Keikhlasan” yang ditanamkan pertama kali, bukan nilai-nilai lain?

Kita diciptakan di muka bumi ini hanya untuk beribadah (Q.S. Adz-Dzariyat: 56), bersifat ”menghamba”, bukan manusia ”merdeka” yang dapat bertindak sesukanya dan luput dari Ilmu Pencipta. Semua makhluk harus ikut aturan dan ketentuan-Nya, dan pada saatnya nanti kita akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatan.

Para Ulama’ sepakat bahwa syarat diterimanya amal perbuatan manusia ada dua, yakni sesuai dengan tuntunan Syariat Islam dan Ikhlas. Oleh sebab itu, ikhlas menjadi syarat pokok disamping pengetahuan kita terhadap syariat Islam.

Secara umum, manusia mengartikan ”ikhlas” sebagai ”berbuat tanpa mengharap pamrih” dan ”menerima atas suatu kehilangan”. Bagaimana kita tidak mengharap pamrih, sedangkan kita sudah mengeluarkan seluruh kemampuan? Bagaimana kita tidak merasa kehilangan, sedangkan kita sudah berusaha menjaga? Bisa jadi pertanyaan-pertanyaan inilah yang berkecambuk dalam pikiran kita, sehingga terasa berat untuk melakukannya. Inikah makna ikhlas yang sesungguhnya? Tidak sesederhana ini.

Mengerjakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya adalah ciri-ciri orang bertaqwa, tapi semuanya itu tidak akan terwujud jika ia tidak memurnikan ketaatan kepada-Nya. Inilah arti ”ikhlas” yang sebenarnya, yakni memurnikan hati, jiwa, dan pikiran untuk taat kepada Sang Pencipta (Q.S. Az-Zumar: 2 dan Al-Bayyinah: 5).

Dalam ibadah Qurban misalnya, Allah tidak akan menghitung berapa jumlah hewan yang dikurbankan, tapi kemurnian hatinya dalam mengorbankan hewan tersebut yang dinilai (Q.S. Al-Hajj: 37). Begitu pula seluruh ibadah lainnya.

Untuk itulah dalam pandangan Allah, manusia mulia bukanlah yang paling kaya, paling pintar, paling tampan atau cantik, melainkan yang paling bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat: 13). Karena seluruh ketentuan baik ataupun buruk telah ditetapkan dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum mereka diciptakan (Q.S. Al-Hadiid: 22), sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk merasa berputus asa, gembira dan menyombongkan diri (Q.S. Al-Hadiid: 23).

Hidup akan terasa begitu indah jika seseorang berhasil memurnikan hati, jiwa dan pikirannya. Seorang guru akan benar-benar mencerdaskan anak didiknya, bukan memberikan contekan disaat ujian karena merasa dibayar. Seorang hakim akan mengetuk palu kebenaran, bukan melindungi yang bersalah karena ia kerabatnya. Seorang polisi lalu lintas melalukan operasi pemeriksaan surat-surat kendaraan didasarkan minimalisasi kendaraan curian, bukan sebagai objek mencari tambahan uang saku. Seorang pengusaha akan membuka banyak lapangan pekerjaan, bukan menumpuk kekayaan. Seorang wakil rakyat akan memberikan tender kepada perusahaan yang layak dan menolak suap, bukan kepada perusahaan yang lebih banyak memberikan suap. Dan seseorang akan merasa senang menolong, bukan karena mengharap imbalan ataupun merasa berhutang budi.

Cara terbaik untuk dapat bersikap ikhlas adalah menyandarkan seluruh hidup ini hanya pada Allah semata (Q.S. At-Taubah: 129). Jika, setiap detik dalam kehidupan ini kita sandarkan pada-Nya, kita akan temukan hikmah dibalik seluruh ketentuan-Nya (lihat kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Q.S. Al-Kahfi: 65-82).

Manusia tidak akan sanggup menahan luapan air, deburan ombak, hembusan angin, runtuhan bangunan, cuaca ekstrim, dan kematian, karena tinta pena telah mengering ketika seluruh peristiwa tersebut dihadapkan. Tidak ada alasan bagi bala tentara kebencian, kesedihan, kegelisahan, penyesalan dan kebinasaan untuk mengusik ketenangan jiwa. Penyakit kronis pun akan terasa ringan, musuh berbahaya akan terasa kecil, peristiwa mengerikan akan terasa biasa saja. Syaraf-syaraf tidak akan tegang, kegundahan jiwa akan reda, dan kecemasan di dada pun akan sirna, jika manusia menyandarkan diri hanya pada-Nya.

Nabi Ibrahim berkata: ”Tuhanku, Yang telah menciptakan aku, maka Dialah Yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat." (Q.S. Asy-Syua’raa: 78-82). Teladan lainnya diberikan oleh Nabi Nuh (Q.S. Yunus: 71-72), Nabi Syu’ib (Q.S. Hud: 88), orang-orang beriman (Q.S. Al-Anfaal: 2, Huud: 123, Ar-Ra’du: 30, Ibrahim: 11-12, Al-Mulk: 29, Al-Ahzaab: 3).

Dengan menyandarkan hidup hanya pada-Nya, bukan berarti kita malas dan tidak mau berusaha, tapi dengan seizin Allah-lah kita dapat memberikan yang terbaik dan memperoleh hasil memuaskan. Do’a nabi Sulaiman patut dicontoh: "...Wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan kepada orang tuaku, supaya aku dapat menyumbangkan karya yang Engkau restui serta masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih."(Q.S. An-Naml:19).

"Cukuplah Allah bagiku! Kepada Dialah orang yang bertawakal menyandarkan harapan dirinya!" (Q.S. Az-Zumar: 38)

Penuhi hati ini dengan satu rindu
Rindu untuk mendapatkan cintaMu
Penuhi jiwa ini dengan satu cinta
Cinta untuk mendapatkan rahmatMu

Cukup bagiku Allah, segalanya untukMu
Di hatiku ini penuh terisi segala tentang Allah
Kepada Nabi Muhammad tercurah shalawat Allah
(By Opick feat Gito Rollies)

Saudi Arabia, 9 Syawwal 1431 H, 05.58

Berjaya di Luar Angkasa

Posted by Ahmad Ghozali


Dunia Islam di zaman kekhalifahan sempat menjelma sebagai pusat studi astronomi dan astrologi. Studi astronomi dan astrologi mulai berkembang pada era kepemimpinan Khalifah Al-Mansyur sebagai penguasa ketiga Kekhalifahan Abbasiyah di abad ke-8 M. Studi astronomi dan astrologi di dunia Islam kian menggeliat sejak ditemukannya astrolabe oleh Al-Fazari.

Menurut sejarawan sains, Donald Routledge, kedua ilmu yang telah menguak rahasia langit itu mencapai puncak kejayaannya dalam peradaban Islam dari tahun 1025 M hingga 1450 M. Pada masa itu, di berbagai wilayah kekuasaan Islam telah lahir sederet astronom dan astrolog Muslim serta sejumlah observatorium yang besar dan megah.

Tak dapat dimungkiri bahwa sederet astronom dan astrolog Muslim terkemuka, seperti Nasiruddin at-Tusi, Ulugh Beg, Al-Batanni, Ibnu Al-Haitham, Ibnu Al-Syatir, Abdur Rahman as-Sufi, Al-Biruni, Ibnu Yunus, Al-Farghani, Al-Zarqali, Jabir Ibnu Aflah, Abu Ma’shar, dan lainnya, telah memberi sumbangan penting bagi pengembangan astronomi dan astrologi.

Bukti kejayaan yang diraih peradaban Islam dalam astronomi dan astrologi dapat dibuktikan melalui penamaan bintang dan sederet kawah bulan dengan nama-nama yang berasal dari bahasa Arab. Muslim Heritage Foundation mencatat ratusan nama bintang yang berasal dari peradaban Islam. Para astronom Muslim pada awalnya mengenal nama-nama bintang dari Almagest karya Ptolemeus–astronom Yunani yang hidup pada abad ke-2 M.

Setelah menguasai pengetahuan serta teknologi dalam bidang astronomi dan astrologi, para ilmuwan Muslim pun mulai memberi nama bintang-bintang yang berhasil mereka temukan. Sejarawan Jerman yang juga ahli dalam penamaan bintang dalam astronomi Islam, Paul Kunitzsch, mengungkapkan, ada dua tradisi penamaan bintang yang diwariskan oleh peradaban Islam.

Pertama penamaan bintang melalui dongeng. Paul menyebut penamaan bintang secara tradisional ini sebagai indigenous-Arabic. Yang kedua, menurut Paul, penamaan bintang secara ilmiah (scientific-Arabic). Sayangnya, penamaan bintang yang dilakukan para ilmuwan Muslim telah dibelokkan oleh peradaban Barat.

Hal itu dilakukan saat buku-buku teks bahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin mulai abad ke-12 M. Buku-buku teks bahasa Arab yang ditulis para astronom dan astrolog Muslim dengan sengaja dirusak sehingga maknanya pun berubah. Selain itu, perusakan alih bahasa itu juga membuat nama-nama bintang yang ditemukan peradaban Islam kehilangan arti.

Tak cuma itu, nama bintang juga secara sengaja dipindahkan dari satu ke yang lain. Sehingga, posisi bintang yang telah ditetapkan oleh para astronom dan astrolog Muslim itu berada dalam peta bintang yang berbeda. Untungnya, sebagian besar nama bintang yang diadopsi masyarakat Barat sejak bergulirnya Renaisans masih dalam bahasa Arab yang asli. Salah seorang astronom Muslim yang sangat berpengaruh dalam penamaan bintang adalah Abu al-Husain `Abd Al-Rahma-n Al-Sufi (903 M-986 M). Orang Barat mengenalnya dengan panggilan Azophi. Al-Sufi secara sistematis berhasil merevisi katalog bintang yang dibuat Ptolemeus. Ia mengubah Almagest yang populer itu dengan Kitab Suwar al-Kawakib (Kitab Bintang-Bintang Tetap).

Kitab yang dirampungkannya pada 964 M itu memang berbasis pada warisan astronomi Yunani. Meski begitu, nama-nama bintang yang tercatat dalam kitabnya itu berasal dari penemuannya sendiri dan diberi nama dalam bahasa Arab. Salinan kitab karya Al-Sufi itu sempat ditulis ulang olah putranya sekitar tahun 1010 M. Kini, kitab itu tersimpan di Perpustakaan Bodleian, Oxford.

Menurut Paul, tradisi masyarakat lokal di negeri Muslim yang tersebar di Semenanjung Arab dan Timur Tengah memiliki nama tersendiri untuk beragam bintang yang terang, salah satunya adalah Aldebaran. Paul menambahkan, kerap kali masyarakat Muslim memperlakukan bintang tunggal seperti orang atau binatang. Bintang yang dikenal sebagai Alpha dan Beta Ophiuchi, tutur dia, dianggapnya sebagai anjing gembala.
Paul menemukan fakta adanya penamaan bintang dalam bahasa Arab yang terdapat dalam buku Almagest karya Ptolemeus. “Contohnya nama bintang Fomalhaut berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘mulut ikan dari selatan’,” ungkap Paul. Dalam kitab yang ditulisnya, astronom Muslim, Al-Sufi, telah mencatat hasil observasinya tentang Galaxi Andromeda. Ia menyebutnya sebagai ‘awan kecil’.

Al-Sufi pun tercatat sudah berhasil melakukan observasi dan menjelaskan bintang-bintang, posisinya, jarak, dan warna bintang-bintang itu. Ia juga mampu membuat peta bintang. Kitabnya yang paling fenomenal, yakni Kitab Suwar al-Kawakib itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin mulai abad ke-12, baik penjelasan teksnya maupun gambarnya.

Dari kitab inilah, masyarakat Barat salah satunya mengenal nama-nama bintang. Nama-nama bintang di luar angkasa yang ditemukan para ilmuwan Islam itu merupakan salah satu jejak kejayaan Islam.

Karya Emas Ummat Islam

Posted by Ahmad Ghozali


Perkembangan sains Islam dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pewarisan dan penerjemahan. Pada masa ini dilakukan pengumpulan berkas-berkas penulisan Yunani untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Institusi terkenal yang mengoleksi dan menerjemahkan tersebut salah satunya adalah Baitul Hikmah yang dibangun pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah. Tahap kedua adalah pengklasifikasian cabang-cabang ilmu kemudian merumuskan metoda ilmiah dalam mempelajari dan membuktikannya. Tahap ketiga adalah pengembangan dan penemuan ilmu-ilmu pengetahuan baru.
Berikut penjelasan singkat mengenai beberapa cabang sains yang berkembang beserta tokoh-tokoh yang memeloporinya:

A. Kosmologi
Kosmologi adalah ilmu tentang sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta secara keseluruhan. Ilmu ini telah berkembang selama ribuan tahun dalam beberapa bentuk: mitologi dan religius, mistis dan filosofis, dan astronomis.
Ibn al-Shatir adalah seorang astronom muslim ternama yang bersama timnya menerjemahkan model kosmik Ptolemeus (pada naskah Almagest atau Al-Majisti) ke dalam konsep yang dapat diterapkan supaya lebih cocok dengan apa yang terlihat di langit.

B. Matematika
Sejak awal peradaban manusia, matematika sudah menjadi elemen penting dalam menunjang kehidupan. Penggunaan matematika sebagai alat terbukti eksis pada masa Mesir, Mesopotamia, India, dan Cina kuno. Ahli matematika Islam mengubah sifat bilangan (konsep angka desimal dan simbol bilangan nol, penambahan angka irasional serta natural dan pecahan), mengefisienkan beberapa bidang matematika, dan mengembangkan cabang-cabang baru matematika.
Di antara ahli matematika Islam yang terkenal adalah Banu Musa bersaudara yang meneliti angka-angka geometri berhubungan. Ibn al-Haytham mempelajari isometrik. Tsabit ibn Qurra, Nasiruddin al-Tusi, dan Umar Khayyam mengkaji postulat Euclid (yang buku aslinya berjudul Elements). Tidak lupa juga Al-Khawarizmi yang mengenalkan konsep aljabar dan algoritma. Trigonometri (terutama kajian segitiga) pun pada dasarnya adalah ciptaan matematikawan Islam. Belum lagi Abu Rayhan al-Biruni yang menerjemahkan karya Euclid ke dalam bahasa Sansekerta dan menghitung keliling serta jari-jari bumi secara presisi.

C. Astronomi
Pada masa itu, astronomi biasanya dikaitkan dengan matematika. Upaya yang dilakukan terdiri dari penelitian gerakan benda-benda langit dan mencatat apa yang ditemukan secara matematis. Pengetahuan ini diturunkan dari masa Yunani, Mesir, Babilonia, dan India kuno.
Putra Hunain ibn Ishaq –penerjemah kenamaan abad ke-9– membuat terjemahan Almagest (berisi tentang kinematika langit) karya Ptolemeus. Konsep Aristoteles tentang sfera padat yang diperkenalkan pada peradaban Islam melalui karya-karya Ibnu al-Haytham tetap menjadi model fundamental selama berabad-abad. Tsabit ibn Qurra dan Ibn Yunus, dikenal sebagai pengelola observatorium (lengkap dengan instrumen-instrumen astronomi hasil ciptaan yang luar biasa semisal astrolabes, bola langit, kuadran, dan jam matahari) yang didirikan di berbagai tempat. Al-Biruni (ditambah peran Al-Khawarizmi) menghasilkan data pengamatan yang membentuk dasar-dasar buku pegangan untuk jadwal astronomi penting yang dikenal sebagai zij. Al-Tusi dengan konsepnya yang terkenal, Tusi Couple, mengajukan model hipotesis tentang gerakan episiklus. Model tersebut kemudian diterapkan oleh Ibn al-Shatir dengan konsep gerakan planeter yang belakangan ternyata menunjukkan persamaan dengan skema Copernicus. Abdurrahman Al-Sufi dalam bukunya Kitab Suwar al-Kawakib al-Thabita (Risalah tentang Konstelasi Bintang-bintang Tetap) menguraikan tentang 48 konstelasi Ptolemeus.

D. Geografi
Meluasnya dunia Islam membutuhkan panduan di bidang geografi. Menghadapi kebutuhan yang berkembang pada perjalanan dan pedagangan serta urusan pemerintahan, ahli geografi bekerja keras untuk memperbaiki, mengembangkan, dan mengisi peta dunia yang diperoleh dari sumber-sumber Babilonia, Persia, dan Yunani serta dari naskah Yahudi, Kristen dan Cina. Pandangan kartografi Islam terhadap daerahnya menyerupai pandangan kartografi modern.
Abu Ishaq al-Istakhri (dengan karyanya: Al-Masalik wa Al-Mamalik –Jalur Perjalanan Kerajaan–) dan Ibn Hawqal membagi daerah Islam menjadi 12 wilayah dan memisahkan daerah non-Islam dalam kategori yang berbeda serta menulis atlas. Al-Mas’udi, dalam karyanya Muruj al-Dhahab (Padang Rumput Emas dan Tambang Permata), menguraikan tempat-tempat yang ia kunjungi dan berisi potret Eropa. Ibn Batuta, penjelajah abad ke-14 asal Maroko, menghabiskan hidupnya dengan berkelana dari Afrika Utara ke Cina dan Asia Tenggara lengkap dengan laporannya. Ibnu Khaldun memberikan penjelasan tentang daerah dan orang-orang di dalam batas wilayah Islam. Al-Idrisi membuat peta dunia berbentuk relief dari perak kemudian membuat detailnya pada 71 peta terpisah dan menyertainya dengan buku Kitab al-Rujari. Piri Re’is, seorang kapten laut masa Turki Utsmani, menghasilkan atlas mediterania serta bahkan peta Afrika Barat dan Amerika.

E. Kedokteran
Pada bidang kesehatan, Islam mewarisi dan mempelajari keberhasilan Yunani, Romawi klasik, Syria, Persia, dan India. Karya utama yang diterjemahkan dan menjadi basis adalah De Materia Medica yang disusun Dioscorides. Perpustakaan, pusat-pusat penerjemahan, dan rumah sakit sebagai sebuah institusi telah dikembangkan dengan cara revolusioner yang dapat membentuk jalan bagi sains kesehatan.
Al-Ruhawi memberikan karya berjudul Adab al-Tabib (Kode Etik Dokter) yang merupakan salah satu naskah berbahasa Arab pertama yang membicarakan masalah etika medis. Al-Razi (dikenal di Barat dengan sebutan Rhazes) dengan karyanya Tentang Cacar dan Campak yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Barat hingga cetakan ke-40. Ia juga menulis 23 jilid Al-Hawi (Kitab yang Lengkap) yang merupakan salah satu naskah pengobatan paling lengkap sebelum abad ke-19. Ibn Sina (dikenal di Barat dengan sebutan Avicenna) dengan karyanya yang fenomenal Al-Qanun berupa ensiklopedi topik-topik medis serta senyawa, obat, dan alat pengukuran. Karya Al-Razi dan Ibn Sina tersebut digunakan sebagai rujukan dasar di sekolah-sekolah medis Eropa hingga menjelang awal masa modern. Ibn al-Khatib melakukan penelitian tentang penularan dalam epidemi. Ibn al-Nafis memberikan teori baru tentang sirkulasi darah sekunder antara jantung dan paru-paru. Risalah Hunain ibn Ishaq tentang mata beserta diagram-diagram anatomi yang akurat merupakan yang pertama dalam bidang ini. Mansur ibn Muhammad ibn al-Faqih Ilyas dengan naskahnya Tashrih al-Badan (Anatomi Tubuh) memberikan diagram komprehensif mengenai struktur, sistem sirkulasi, dan sistem syaraf tubuh. Abu al-Qasim al-Zahrawi (dikenal di Barat dengan sebutan Abulcasis) menelurkan karya berjudul Kitab al-Tasrif (Buku tentang Konsesi) yang berisi tiga risalah utama mengenai pembedahan yang digunakan sekolah-sekolah medis Eropa selama beberapa abad. Ibn Zuhr (Avenzoar), Ibn Rusyd, dan Maimonides adalah ahli-ahli kedokteran lainnya. Tidak ketinggalan pula Ibn al-Baytar dengan karyanya Al-Jami’ fi al-Tibb (Kumpulan Makanan dan Obat-obat yang Sederhana) yang merupakan teks Arab terbaik berkaitan dengan botani pengobatan (farmakologi) dan tetap digunakan sampai masa Renaissans.

F. Zoologi, Botani, Geologi
Para naturalis Islam memiliki minat terhadap sumber daya alam seperti batuan, tanah, flora, dan fauna. Hasilnya adalah inventaris yang melimpah tentang kuda, unta, hewan liar, anggur, pohon palem, sampai manusia.
Al-Biruni dan al-Khazini bahu membahu mengukur dan mengelompokkan batu-batu mulia dan semimulia. Ibn Sina juga meneliti geologi dan pengaruhi gempa bumi serta cuaca. Karya Zakaria ibn Muhammad ibn Mahmud Abu Yahya al-Qazwini pada abad ke-13 berjudul Aja’ib al-Makhluqat (Keajaiban Ciptaan), mengungkapkan botani dan zoologi. Ibn Akhi Hizam dan Abu Bakr al-Baytar meneliti tentang kuda. Analisa tentang hewan juga terdapat pada naskah Manafi’ al-Hayawan (Tentang Identifikasi dan Ciri-ciri Organ Hewan) oleh Abu Sa’id Ubaydallah ibn Bakutishu’.

G. Kimia
Alkimia menggabungkan spiritual, kerajinan, dan disiplin-disiplin ilmiah yang dapat ditelusuri kembali pada masa yang sangat lampau dan pada proses yang secara tradisional terdapat dalam penyiapan pengolahan logam dan obat. Ketika peradaban Islam sudah mapan, mereka menyerap aturan-aturan dasar alkimia yang dibuat oleh bangsa Alexandria dan terus membentuknya dalam konensi-konvensi intelektual mereka sendiri.
Jabir ibn Hayyan (dikenal di Barat dengan sebutan Geber) adalah legenda di bidang ini. Ia memfokuskan pada prinsip keseimangan dan hubungan numerik benda-benda. Ia tidak hanya mahaguru laboratorium tapi juga analis yang teliti. Ia mengetahui cara-cara menghasilkan besi, mewarnai kulit, kain tenun, dan baju anti air. Al-Razi juga memberikan sumbangan di bidang ini berupa proses kimia dasar seperti distilasi, kalsinasi, kristalisasi, penguapan, dan penyaringan. Perkakas lab yang ia gunakan diperbaiki dan dikembangkan sampai kotak, gelas kimia, labu kaca, corong, dan tungku pembakaran yang standar menyerupai yang terdapat pada masa modern. Ia juga membuat klasifikasi sistematis terhadap zat-zat mineral hasil alami maupun yang dibuat di lab.

H. Optik
Beberapa filosof, matematikawan, dan ahli kesehatan Islam berupaya keras mempelajari sifat fundamental serta cara bekerja pandangan dan cahaya. Mereka memiliki akses pada warisan pengetahuan Yunani yang berkaitan dengan cahaya dan penglihatan. Sumber-sumber itu antara lain karya Euclid dan karya astronom Mesir, Ptolemeus.
Al-Kindi, dengan kajiannya pada karya Euclid yang berjudul Optics, menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual yang menjadi cikal bakal hukum-hukum perspektif pada Renaissans. Riset paling spektakuler mengenai penglihatan dan cahaya dilakukan oleh Ibn al-Haytham (dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen). Ia meneliti hampir seluruh aspek cahaya dan penglihatan manusia dalam karya komprehensifnya yang berjudul Kitab al-Manazir (Buku Tentang Optik). Karya tersebut kemudian mempengaruhi karya da Vinci, Kepler, Roger Bacon, dan ilmuwan-ilmuwan Eropa lain. Kamal al-Din al-Farisi mengomentari karya Ibn al-Haytham pada segmen efek kamera obscura. Ia (al-Farisi) juga untuk pertamakalinya memberikan penjelasan yang memuaskan tentang pelangi. Selain itu, al-Razi dan Ibn Sina juga mencantumkan tulisan-tulisan tentang optik.
Demikianlah karya emas Islam di bidang sains. Jika diperhatikan, ada tokoh-tokoh yang menjadi ahli di berbagai bidang. Itulah potret manusia Islam seutuhnya. Seorang yang telah mencapai derajat ulama berarti selain menguasai agama juga memiliki keahlian di bidang ilmu dunia (sains dan teknologi). Perlu dicatat bahwa nama tokoh-tokoh di atas tidak semuanya Muslim. Ada sebagian kecil diantaranya menganut agama Yahudi, Kristen, ataupun Sabean. Tapi semuanya hidup di bawah peradaban Islam dimana Khalifah (pemerintahan) sangat toleransi terhadap kemajemukan serta giat memajukan ilmu pengetahuan dengan bahasa Arab sebagai bahasa internasional dan bahasa ilmu. Sebuah sistem hidup yang tiada taranya.

Saudi Arabia, Rabu 30 Juni 2010, 21.50

Museum of Science and Technology In Islam from KAUST Video on Vimeo.

Al-Fihrist, Bibliografi Terbesar Sepanjang Masa

Posted by Ahmad Ghozali



''Salah satu dokumen terpenting dalam sejarah peradaban Islam,'' begitu guru besar pada Fakultas Sejarah dan Filsafat Pendidikan Universitas Colorado AS, Nakosteen menyebut Kitab Al-Fihrist -- sebuah karya bibliografi terbesar sepanjang masa yang ditulis Ibnu al-Nadim pada abad ke-10 M.

Dalam karyanya bertajuk History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350 : With an Introduction to Medieval Muslim Education, Nakosteen mengungkapkan, Al-Fihrist telah membantu para ilmuwan dan sejarawan tentang ilmu-ilmu Islam serta karya-karya klasik berbahasa Arab.

''Hingga akhir abad ke-19 M, pengetahuan tentang peradaban Islam diperoleh berdasarkan informasi yang terdapat dalamKitab Al-Fihrist,” tutur Nakosteen. Al-Fihrist merupakan salah satu adikarya Ibnu Nadim yang juga dikenal sebagai Index of Nadim.

Kitab Al-Fihrist merupakan suatu karya bibliografi Islam yang menggambarkan perkembangan Islam berdasarkan kajian terhadap literatur yang terbit di dunia Muslim. Al-Fihrist pertama kali dipublikasikan pada 938 M.

Bibliografi merupakan publikasi yang memuat daftar dokumen baik yang “diterbitkan” dalam bentuk buku maupun artikel majalah atau sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan bidang, ilmu pengetahuan atau hasil karya seseorang.

Melalui bibliografi, seseorang tidak menemukan dokumen pustakanya langsung, melainkan hanya memperoleh informasi tentang dokumen pustaka yang memuat informasi yang tersebut, seperti informasi mengenai di dalam bahan pustaka apa informasi yang dicari berada.

Data yang dicatat dalam bibliografi antara lain adalah nama pengarang, nama penyunting, judul pustaka, tempat terbit, penerbit, tahun terbit dan edisi, volume, nomor, halaman (untuk majalah), serta keterangan fisik dokumen pustaka tersebut, misalnya jumlah halaman, tinggi buku, ilustrasi dan sebagainya.

Kitab Al-Fihrist yang ditulis Ibnu al-Nadim tidak hanya menggambarkan apa yang pernah dicapai atau dipahami seseorang terhadap materi Islam, akan tetapi juga menggambarkan bagaimana umat Islam bersentuhan dengan dunia atau paham dan keyakinan lain yang tertuang di dalam suatu literatur sebagai karya orang Islam.

Al-Fihrist terdiri dari sepuluh bagian. Setiap bagian terdiri dari sub-sub bagian kecuali bagian pertama. Setiap bagian dari Kitab Al-Fihrist tersebut berisi uraian tentang bermacam-macam ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama Islam seperti ilmu fikih maupun hadis.

Bibliografi tersebut juga menguraikan ilmu-ilmu non-agama seperti ilmu matematika, astronomi, pengobatan, bahasa, sastra, filsafat, sejarah maupun biografi. Dalam karyanya tersebut, Ibnu Nadim tidak lupa menguraikan kisah para ahli di bidang ilmu-ilmu tersebut.



Pada bagian pertama, Ibnu al-Nadim menguraikan berbagai macam bahasa baik bahasa dari bangsa-bangsa di tanah Arab maupun bangsa-bangsa non-Arab seperti Eropa. Pada bagian pertama kitab tersebut, dia juga mendeskripsikan keanekaragaman tulisan dari berbagai macam bangsa termasuk bentuk dan karakteristik dari tulisan tersebut.

Selain berisi uraian berbagai macam bahasa dan tulisan bangsa-bangsa di dunia, dia juga menuliskan tentang kitab suci dari masing-masing agama seperti; Islam, Yahudi, Nasrani, maupun kaum Sabian.

Bagian kedua Kitab Al-Fihrist berisi uraian ilmu tata bahasa dan filologi serta para ahli di bidangnya masing-masing. Sedangkan bagian ketiga berisi mengenai sejarah, biografi, dan silsilah. Bagian keempat berisi tentang puisi dan penyair pada masa sebelum lahirnya agama Islam, pada masa bani Umayah dan pada masa Bani Abbasiyah.

Pada bagian kelima mengulas filsafat dan para cendekiawan skolastik. Bagian keenam tentang hukum, ahli fikih dan ahli hadis. Bagian ketujuh tentang filsafat dan ilmu pengetahuan kuno. Bagian kedelapan tentang legenda, dongeng, sihir dan sulap. Bagian kesembilan tentang sekte dan kepercayaan. Sedangkan bagian terakhir atau bagian kesepuluh tentang ahli kimia.

Kitab Al-Fihrist telah memberikan sumbangan yang besar bagi dunia untuk memahami Islam melalui kajian terhadap karya-karya yang dicapai umat Islam di era keemasan. Melalui karya tersebut, Ibnu Nadim tidak saja telah mengenalkan karya-karya pencapaian umat Islam pada suatu masa tertentu, akan tetapi juga telah menunjukkan cara lain dalam memahami Islam.

Dengan demikian, Kitab Al-Fihrist merupakan suatu pendekatan di dalam studi Islam yang dituangkan melalui pendekatan bibliografis, yaitu menunjukkan karya-karya hasil umat Islam mengenai suatu subjek materi ajaran Islam. Dengan karya tersebut, Ibnu al-Nadim bahkan telah membuat pemetaan terhadap berbagai kajian Islam yang dilakukan oleh umat Islam.

Dalam menyajikan daftar literatur, Ibnu al-Nadim menyusun karyanya berdasarkan atas nama pengarangnya lalu diikuti dengan nama-nama kitab atau judul-judul karangannya. Selain itu, dalam menulis berbagai macam ilmu beserta ahli-ahlinya di dalam kitab tersebut, Ibnu al-Nadim hanya menuliskan pengetahuan dari para ahli yang dia kenal dan lihat sendiri dengan baik.

Kalaupun ia tidak mengenalnya, maka Ibnu al-Nadim menuliskan keberadaan ilmu maupun ahli dibidang ilmu tersebut berdasarkan pengetahuan dari temen-temannya yang terpercaya. Yang menarik dari Ibnu al-Nadim, dia sering mencantumkan ukuran buku maupun jumlah halaman dari bukunya di dalam buku-buku karyanya. Sehingga para pembeli bukunya bisa terhindar dari kecurangan para pembuat salinan buku. Kitab Al-Fihrist telah diterjemahkan pada 1970 ke dalam bahasa Inggris.
Ibnu al-Nadim telah memberi insipirasi dan mengenalkan kepada peradaban modern cara membuat sebuah bibliografi. Sumbangan al-Nadim telah diakui peradaban modern, terutama para ilmuwan dan sejarawan Barat. Bibliografinya telah membuka jalan bagi para sejarawan dan cendekiawan yang mencoba menelusuri jejak keemasan Islam di era keemasan.

Maka, pantaslah bila Kitab Al-Fihrist disebut sebagai salah satu dokumen terpenting dalam sejarah kebudayaan Islam.


Jejak Hidup Sang Bibliografer


Sejatinya, ia bernama lengkap Abu'l-Faraj Muhammad bin Ishaq al-Nadim. Ia merupakan bibliografer Muslim nomor wahid yang berasal dari Baghdad, Irak. Ayahnya al-Warraq juga seorang pelajar dan ahli bibliografi.

Ibnu al-Nadim juga dikenal sebagai penjual buku, seorang pembuat kaligrafi yang menyalin manuskrip untuk dijual kepada orang lain seperti ayahnya. Dia tinggal di Baghdad. Namun ada juga yang menceritakan kalau dia tinggal di Moshul.

Dia juga hidup di lingkungan Bani al-Jarrah yang mendapatkan banyak pengetahuan tentang berbagai macam ilmu pengetahuan seperti ilmu logika dan ilmu pengetahuan umum baik yang berasal dari Yunani, Persia, juga India.

Ibnu al-Nadim juga dikenal sebagai orang yang sangat antusias dan tertarik terhadap berbagai macam ilmu pengetahuan. Selain mendalami bibliografi, Ibnu al-Nadim juga mendalami ilmu sejarah yang menjadikannya sebagai sejarawan yang terkenal pada masanya.

Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan membuatnya tertarik untuk melakukan pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang juga memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Hingga pada suatu masa, Ibnu Nadim pernah bertemu dengan seorang ahli filsafat Kristen yang bernama Ibnu al-Khammar.

Sebuah catatan sejarah pernah menuliskan Ibn al-khammar berkunjung ke rumahnya. Sejak saat itu, dia bersama Ibn al-khammar sering melakukan pertemuan untuk berdiskusi berbagai macam hal mengenai ilmu filsafat maupun ilmu pengetahuan umum seperti sejarah, sastra, dan bahasa.

Meskipun Ibnu Nadim dikenal sebagai seseorang yang memiliki toleransi yang besar terhadap penganut agama lain, dia tidak pernah lupa bahwa dirinya merupakan seorang Muslim. Namun, sejarah tidak memiliki banyak catatan tentang kehidupan Ibnu al-Nadim pada masa kecil dan remajanya, selain cerita karya besarnya Kitab Al-Fihrist yang sangat terkenal di kalangan para ilmuwan dan pelajar, baik di kalangan Timur maupun di Barat.

Meskipun Kitab Al-Fihrist telah bisa dibaca jutaan orang di seluruh penjuru dunia, namun kitab tersebut sudah tidak selengkap karya aslinya. Pasalnya pada 1258 tentara Mongol melakukan serangan besar-besaran ke Baghdad bahkan banyak perpustakaan yang menyimpan berbagai macam buku pengetahuan termasuk Kitab Al-Fihrist dimusnahkan.

Selain itu buku-buku yang terdapat di perpustakaan tersebut juga banyak yang dibuang ke sungai untuk menghapus peradaban Islam. Akibatnya banyak buku yang rusak dan hancur tanpa bisa diselamatkan.

Saudi Arabia, 23 Juni 2010, 21.23

Barat, Peradaban Penikmat

Posted by Ahmad Ghozali


Penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern saat ini, sesungguhnya telah lama ditemukan kaum Muslim. Demikian ujar guru besar Columbia University.

Para ilmuwan Muslim sudah membuat banyak penemuan-penemuan dari usia yang ada, demikian ujar Prof. Dr. George Saliba, guru besar Universitas Arab dan Islam Universitas Columbia. Pernyataan Saliba ini disampaikan dalam sebuah seminar di Government College University (GCU), hari Senin kemarin. Saliba hadir dalam seminar bertajuk, The Problems of Historiography of Islamic Science, yang diselenggarakan di Fazl-e-Hussain Hall. Saliba memberi suatu kritik dari buku klasik tentang kenaikan ilmu pengetahuan Islam. Ia merinci permasalahan dalam banyak buku dan menjelaskan penulisan sejarah alternatif bahwa digambarkan jika perkembangan ilmiah Islam sebagai hasil interaksi sosial dan kondisi-kondisi politis di dalam kerajaan Islam.

Saliba mengatakan, filsafat Islam telah mendorong ilmu pengetahuan dan telah mendukung berbagai disiplin-disiplin ilmu. Termasuk tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, aljabar, trigonometri, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu perbintangan, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu faal dan matematika sebelum zaman industri.

Ia juga mengatakan, pecahan persepuluhan bukan suatu penemuan orang Barat dan bahwa itu ditemukan oleh seorang ilmuwan Muslim. Ia juga menambahkan, sistem biner, adalah juga ditemukan oleh seorang ilmuwan Muslim.

Dr. George Saliba, adalah Profesor Ilmu pengetahuan Islam-Arab. Selain itu ia juga duduk di Departemen dari Timur Tengah dan Bahasa-bahasa Asia, di Columbia University, New York, AS.

Sebelum Saliba, orientalis asal Skotlandia, William Montgomery Watt pernah secara jujur, bagaimana Barat sangat berhutang budi pada Islam, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Montgomery yang pernah mendapatkan gelar “Emiritus Professor,” gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan, sangat tekun melakukan penelitiannya tentang Islam. Khususnya sejarah perkembembangan pengetahuan di dunia Islam. Montgomery secara jujur mengakui, perkembangan ilmu pengetahuan yang kini berkembang pesat di Barat dan Eropa, sesungguhnya sebagian besar telah banyak ditemukan kaum Muslim sebelumnya. Peradaban Barat hanya menikmati saja.

Saudi Arabia, 22 Juni 2010, 09.08

Teori Relativitas Al Kindi dan Einstein

Posted by Ahmad Ghozali



Dunia sains modern di awal abad ke-20 M dibuat takjub oleh penemuan seorang ilmuwan Yahudi Jerman bernama Albert Einstein. Fisikawan ini pada 1905 memublikasikan teori relativitas khusus (special relativity theory). Satu dasawarsa kemudian, Einstein yang didaulat majalah Time sebagai tokoh abad XX itu mencetuskan teori relativitas umum (general relativity theory).

Teori relativitas itu dirumuskannya sebagai E=mc2. Rumus teori relativitas yang begitu populer menyatakan bahwa kecepatan cahaya adalah konstan. Selain itu, teori relativitas khusus yang dilontarkan Einstein berkaitan dengan materi dan cahaya yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi.

Sedangkan, teori relativitas umum menyatakan, setiap benda bermassa menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya melengkung (efek geodetic wrap). Melalui kedua teori relativitas itu, Einstein menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetis tidak sesuai dengan teori gerakan Newton. Gelombang elektromagnetis dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat.

Inti pemikiran kedua teori tersebut menyatakan, dua pengamat yang bergerak relatif akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama. Meski begitu, isi hukum fisik akan terlihat sama oleh keduanya. Dengan ditemukannya teori relativitas, manusia bisa menjelaskan sifat-sifat materi dan struktur alam semesta.

“Pertama kali saya mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas, yaitu sekitar tahun lalu 1905. Saya tidak dapat mengatakan secara eksak dari mana ide semacam ini muncul. Namun, saya yakin, ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak,” ungkap Einstein saat menyampaikan kuliah umum di depan mahasiswa Kyoto Imperial Uni versity pada 4 Desember 1922.

Benarkah Einstein pencetus teori relativi tas pertama? Di Barat sendiri, ada yang meragukan teori relativitas itu pertama kali ditemukan Einstein. Sebab, ada yang berpendapat bahwa teori relativitas pertama kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya bertajuk Dialogue Concerning the World’s Two Chief Systems pada 1632.
Teori relativitas merupakan revolusi dari ilmu matematika dan fisika. Sejatinya, 1.100 tahun sebelum Einstein mencetuskan teori relativitas, ilmuwan Muslim di abad ke-9 M telah meletakkan dasar-dasar teori relativitas, yaitu saintis dan filosof legendaris bernama Al-Kindi yang mencetuskan teori itu.

Tak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kufah tahun 801 M itu menguasai kitab suci Al quran. Sebab, tak di ragukan lagi bahwa ayat-ayat Alquran mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam semesta raya ini.

Aya-ayat Alquran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis Muslim di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran para saintis Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutuptutupi.

Dalam Al-Falsafa al-Ula, ilmuwan bernama lengkap Yusuf Ibnu Ishaq Al- Kindi itu telah mengungkapkan dasardasar teori relativitas. Sayangnya, sangat sedikit umat Islam yang mengetahuinya. Sehingga, hasil pemikiran yang brilian dari era kekhalifahan Islam itu seperti tenggelam ditelan zaman.

Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas, kata dia, adalah esensi dari hukum eksistensi. “Waktu, ruang, gerakan, dan benda, semuanya relatif dan tak absolut,” cetus Al-Kindi. Namun, ilmuwan Barat, seperti Galileo, Descartes, dan Newton, menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi. “Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda dengan gerakan; gerakan dengan benda,” papar Al-Kindi. Selanjutnya, Al-Kindi berkata, “… jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah benda, di sana perlu gerakan.” Pernyataan Al- Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tak independen dan tak juga absolut. Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum. “Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolut,” papar Einstein dalam La Relativite. Menurut Einstein, pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes, dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.

Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan, dan ruang tak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga ke objek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein.

Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan, seseorang melihat sebuah objek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih kecil. Jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar. “Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi, kita dapat mengatakan bahwa itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada objek yang lain,” tutur Al- Kindi. Kesimpulan yang sama diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah Al- Kindi wafat.

Menurut Einstein, tak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tak terikat pada pengamat. Sebuah hukum, papar dia, harus dibuktikan melalui pengukuran. Al-Kindi menyatakan, seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya, adalah relatif dan terbatas.

Meski setiap manusia tak terbatas dalam jumlah dan keberlangsungan, mereka terbatas; waktu, gerakan, benda, dan ruang yang juga terbatas. Einstein lagi-lagi mengamini pernyataan Al-Kindi yang dilontarkannya pada abad ke-11 M. “Eksistensi dunia ini terbatas meskipun eksistensi tak terbatas,” papar Einstein.

Dengan teori itu, Al-Kindi tak hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, juga dia membuktikan eksistensi Tuhan. Karena, itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang diungkapkan kedua ilmuwan berbeda zaman itu pada dasarnya sama. Namun, penjelasan Einstein telah dibuktikan dengan sangat teliti.
Bahkan, teori relativitasnya digunakan untuk pengembangan energi, bom atom, dan senjata nuklir pemusnah massal. Sedangkan, Al-Kindi mengungkapkan teorinya untuk membuktikan eksistensi Tuhan dan keesaan-Nya. Sayangnya, pemikiran cemerlang sang saintis Muslim tentang teori relativitas itu itu tak banyak diketa hui. Sungguh sangat ironis, memang.

Si Jenius dari Abad IX

Al-Kindi atau Al-Kindus adalah ilmuwan jenius yang hidup di era kejayaan Islam Baghdad. Saat itu, panji-panji kejayaan Islam dikerek oleh Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yakni Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813- 833), Al-Mu’tasim, Al-Wasiq (842-847), dan Mutawakil (847-861). Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani.

Ketika Khalifah Al-Ma’mun tutup usia dan digantikan putranya, Al-Mu’tasim, posisi Al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.

Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.

Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.

Relativitas dalam Alquran

Alam semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Alquran yang diturunkan kepada umat manusia merupakan kuncinya. Allah SWT telah menjanjikan bahwa Alquran merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertakwa. Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu, Sang Khalik memerintahkan manusia agar berpikir.

Berikut ini adalah beberapa ayat Alquran yang membuktikan teori relativitas itu.
“…. Sesungguhnya, sehari di sisi Tuhanmu seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS Alhajj: 47).

“Dia mengatur urusan langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS Assajdah: 5).

“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikatmalaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS 70: 3-4).

“Dan, kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal, ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Annaml: 88).

“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari. Maka, tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (QS 23: 122-114).

Saudi Arabia, 13 Juni 2010, 19.46

Mengendalikan Emosi

Posted by Ahmad Ghozali


Saat ini, para ilmuwan mengatakan bahwa terdapat bagian otak yang dapat mengendalikan emosi dan perasaan manusia atau bahkan mampu mengendalikan berbagai tindakan! Namun hal ini tidak dapat disadari langsung karena berada di alam bawah sadar atau tersembunyi.
Berbagai percobaan membuktikan akan fakta ilmiahnya, bahwa pikiran sadar saat seseorang berpikir serta berinteraksi merupakan hubungan komunikasi langsung dengan akal bawah sadar dengan saluran yang sempit.

Dr Joseph Murphy telah menemukan bahwa masa di mana komunikasi aktif antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar terjadi pada saat sebelum tidur selama beberapa menit, dan setelah bangun dari tidur selama beberapa menit.

Rasulullah telah menyampaikan tentang pentingnya komunikasi dalam pikiran bawah sadar sebelum tidur dan sesudah bangun dari tidur, dan memerintahkan ummatnya untuk memanfaatkan masa tersebut dengan berdoa.

Beliau juga mengajarkan kepada ummatnya bagaimana berkomunikasi dengan Allah dan menyerahkan kepada-Nya segala kegundahan dan perasaan yang ada dihadapan-Nya, serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya karena Dialah yang memberikan keputusan sesuai dengan kehendak-Nya. Sekarang, apakah ada yang lebih indah dan lebih baik yang menjadi dokter selain Allah?

Nabi Ibrahim as berkata yang termaktub dalam surat Asy-Syua'ra ayat 78-82: “Dialah yang menciptakanku dan memberikan petunjuk kepadaku, yang memberikan makan dan minum kepadaku, jika aku sakit Dialah yang menyembuhkanku, dan Dia pula yang mematikan dan menghidupkanku kembali, dan Dialah Zat yang aku berharap akan mengampuni dosa-dosaku pada hari pembalasan nanti.”

Inilah pengendalian emosi yang terdapat pada Al-Quran. Mengajarkan manusia aturan yang paling penting dalam penyembuhan; bahwa Allah adalah Zat yang mampu mengobati bukan dokter ataupun obat. Keduanya tidak lain kecuali sebagai sarana yang diciptakan Allah untuk digunakan sebagai cara penyembuhan. Ini berarti bahwa kekuatan untuk menyembuhkan melalui Al-Quran jauh lebih besar daripada perawatan diri, tetapi jika menggunakan Al-Qur’an dan Psikologi secara bersamaan maka hasilnya akan sangat bagus dan signifikan.


Guru penulis, Ir. Abdul Daem Kaheel, penemu keajaiban angka 7 dalam al-Qur'an menuturkan pengalamannya 20 tahun lalu saat menghafalkan al-Qur'an. Ia selalu berhenti pada ayat yang memberikan pengaruh terhadap dirinya, lalu ia ulangi puluhan kali dan kemudian ditulis di atas kertas dan meletakkannya di depan mata sambil merenungkan kata-kata serta maknanya. Saat itulah ia merasakan bahwa ayat tersebut memberikan dampak besar pada keimanan, keyakinan dan prinsip-prinsip yang ada dalam dirinya.

Sampai saat ini ia tidak pernah lupa pada salah satu ayat yang indah dan menakjubkan yang ia tulis dan tempel di dinding kamar tidur. “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Yunus: 107).

Ayat ini telah menyembuhkan lebih dari 90 persen dari perasaan sedih, depresi, gelisah, takut dan ragu-ragu yang menyelimutinya!

Saat ini banyak hal yang menyebabkan orang menderita perasaan sedih dan depresi oleh karena frustrasi yang dialami manusia akibat gagal dalam mengerjakan sesuatu, atau adanya kesalahan dalam perilaku atau ceroboh dalam mengeluarkan kata-kata lalu ditemukan bahwa hal tersebut adalah salah, atau sebagai hasil kegagalannya.

Masih menurut penuturan beliau bahwa setiap kesulitan yang menimpa manusia adalah berasal dari Allah, dan merupakan perkara yang telah ditakdirkan oleh Allah sebelum diciptakan, dan bahaya ini tidak mungkin dapat dihilangkan dan tidak ada seorangpun dapat menghilangkan dan mengungkapnya kecuali Allah yang Maha Kuasa semata. Maka iapun berkata pada dirinya sendiri: ”Kenapa saya harus sedih, cemas dan frustrasi? Jika Allah Maha Penyayang dari orang yang berkasih sayang pasti mampu mendeteksi kerusakan ini, Dan apakah ada yang lebih baik daripada ini?”

Penulis jadi teringat seorang teman Abah yang berkunjung ke rumah sebelum berangkat ke Saudi Arabia lalu. Beliau menyampaikan satu ayat inspiratif yang dalam mewarnai seluruh aktifitas. "Cukuplah Allah bagiKu; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya Aku bertawakkal dan dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung" (Q.S. At-Taubah: 129).

Saudi Arabia, 25 Mei 2010, 05.26

Menerima Kekurangan, Menggapai Keharmonisan

Posted by Ahmad Ghozali


Banyak psikolog handal merasa kewalahan dan kebingungan untuk memahami hakikat manusia, terutama wanita. Seperti ekspresi Dr. Alexis Karel melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir pencariannya pada frustasi, keputusasaan dan jalan buntu dalam memahami hakikat seorang wanita. Tentunya, seorang manusia biasa yang kurang menguasai ilmu jiwa akan lebih sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan sudut sebagai bagian estetikanya. Namun pada saat yang sama ia bersifat rawan pecah (fragile) dan perlu perlakukan lembut serta sensitifitas tinggi. Mereka sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.

Emosi seorang wanita dapat menjadi sebuah kelebihan sekaligus berpotensi menjadi kekurangannya. Kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik. Mereka juga lebih suka mencari jati dirinya di luar dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri, tidak rela atas kekuarangan dirinya. Oleh karenanya Allah SWT mengingatkan umat manusia untuk melihat ke dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat: 21).

Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan Muslim dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk berlekuk. Jika para lelaki mencari kenikmatan darinya, mereka akan mendapatkannya. Tapi, di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang melekuk. Di mana jika para lelaki hendak meluruskannya, mereka akan mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian.

Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708) menjelaskan bahwa hadist tersebut digunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya, setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.

Dalam hal itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta, fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia seharusnya melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Dalam sebuah hadistnya Rasulullah menjelaskan bahwa seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.

Dr. Frederick dalam bukunya Hayatyna al-Jinsiyah mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih terdapat unsur kekanak-kanakan. Sifat kemanjaan anak-anak pada diri seorang wanita sangat bermanfaat dalam mengelola hubungannya dengan suami beserta anak-anaknya. Sebaliknya, ia akan dipandang hina dan rendah, jika sifat itu ditampakkan pada masyarakat umum.

Menurutnya, ia akan tetap seperti anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak dipakai daripada rasio. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing.

Jika suami mampu memahami, maka ia akan menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya, dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing, mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.

Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.

Ketika fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.

Kekurangan pada diri suami-isteri selayaknya dihadapi dengan positif. Sesuai kodratnya, manusia tidak akan pernah luput dari kekurangan dan kelebihan. Kekurangan harusnya menjadi sebuah kekuatan baru dalam berkreasi untuk menutupinya, saling melengkapi satu sama lain. Sedangkan, kelebihan menjadi modal utama untuk membangun sebuah keluarga harmonis. Patutnya, manusia menerima kekurangan untuk menggapai keharmonisan.

”Dan bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).

Saudi Arabia, Ahad, 23 Mei 2010, 03.48

Pengobatan Melalui Al-Qur’an

Posted by Ahmad Ghozali


Struktur dasar alam semesta ini adalah atom, dan struktur dasar tubuh manusia adalah sel. Setiap sel terbuat dari jutaan atom, dan setiap atom terbentuk dari nukleus positif dan elektron negatif yang mengelilinginya. Karena rotasi ini, medan elektromagnetik dihasilkan, sama seperti medan-medan yang dihasilkan oleh suatu mesin.

Program ini berada di setiap sel yang melakukan pekerjaannya secara seksama. Penyimpangan terkecil pada pekerjaannya dapat mengakibatkan ketidak-seimbangan dan kekacauan pada sebagian organ tubuh. Terapi terbaik terhadap ketidak-seimbangan ini adalah merestorasi keseimbangan tubuh. Para ilmuwan menemukan bahwa sel-sel tubuh itu terpengaruh oleh bermacam-macam gelombang seperti gelombang sinar, gelombang radio, gelombang suara, dan lain-lain.

Masing-masing sel di tubuh bergetar dengan sistem yang teratur, dan perubahan sekecil apapun pada getaran itu akan mengakibatkan sakit pada sebagian organ tubuh. Itulah kenapa sel-sel yang rusak itu harus digetarkan untuk mengembalikan keseimbangan padanya.

Suara terbentuk dari gelombang atau getaran yang bergerak di udara dengan kecepatan 340 m/detik. Setiap suara memiliki frekuensi sendiri, dan manusia bisa mendengar suara dengan frekuensi antara 20/detik hingga 20.000/detik. Gelombang-gelombang tersebut menyebar di udara lalu ditangkap telinga, kemudian berubah menjadi sinyal-sinyal elektrik, dan bergerak melalui syaraf suara menuju acoustic bark di dalam otak. Sel-sel tersebut menyesuaikan diri dengan gelombang, lalu gelombang tersebut bergerak ke berbagai bagian otak, khususnya bagian depan.

Semua organ itu bekerja secara bersama seirama dengan sinyal-sinyal tersebut, dan menerjemahkannya ke dalam bahasa yang dipahami manusia. Lalu, otak menganalisa sinyal-sinyal itu dan memberikan perintahnya kepada berbagai organ tubuh untuk menyesuaikan dengan sinyal-sinyal tersebut. Suara terdiri dari getaran-getaran mekanik yang sampai ke telinga lalu ke sel-sel otak yang menyesuaikan dengan getaran-getaran tersebut, dan mengubah getarannya sendiri. Itulah mengapa suara itu dianggap sebagai energi obat yang efektif, tergantung pada sifat suara itu dan frekuensinya.
Suara adalah getaran, dan sel-sel tubuh itu selalu bergetar, lalu suara memengaruhi sel-sel tersebut. Inilah yang ditemukan para peneliti akhir-akhir ini. Di akhir abad 21 di Washington University, para ilmuwan menemukan bahwa kerja sel otak bukan hanya mentransfer informasi. Masing-masing sel adalah komputer kecil yang bekerja untuk mengumpulkan informasi, memprosesnya, dan memberikan perintah secara konstan. Ellen Covey, peneliti pada Washington University, mengatakan, ‘Untuk pertama kalinya kita menyadari bahwa otak tidak bekerja layaknya satu komputer besar, melainkan berisi sekian banyak komputer yang bekerja secara kooperatif. Ada komputer kecil dalam setiap sel, dan komputer-komputer tersebut dapat terpengaruhi oleh getaran di sekitarnya, khususnya suara.

Berbagai eksperimen menunjukkan bahwa di dalam tiap-tiap sel dalam otak terdapat komputer supermini di mana Allah menginstal program akurat yang mengatur sel dan mengontrol kerjanya. Eksperimen juga menunjukkan bahwa suara dapat memengaruhi sel.
Jadi, dapat kami katakan bahwa sel-sel tiap organ tubuh itu bergetar dalam frekuensi tertentu, dan membentuk sistem yang kompleks dan koordinatif, yang dapat terpengaruh oleh suara di sekitarnya. Penyakit yang menjangkiti suatu organ tubuh itu dapat mengakibatkan perubahan pada getaran sel-sel organ tersebut, dan pada kelanjutannya membuatnya menyimpang dari sistem tubuh secara umum. Itulah mengapa ketika tubuh dihadapkan pada suara tertentu, maka suara itu memengaruhi getaran sistem tubuh, khususnya pada organ yang tidak normal.

Organ ini akan merespon suara tertentu untuk mengembalikan sistem getarannya yang orisinal, atau dengan kata lain, mengembalikan kondisi kesehatannya. Para ilmuwan menemukan hasil-hasil tersebut belakang ini.

Alfred Tomatis, seorang dokter warga negara Prancis, membuat eksperimen-eksperimen selama lima puluh tahun mengenai indera manusia, dan ia membuat kesimpulan bahwa indera pendengaran merupakan indera yang paling penting. Ia menemukan bahwa pendengaran mengontrol seluruh tubuh, mengatur operasi-operasi vitalnya, keseimbangan, dan koordinasi gerakan-gerakannya. Ia juga menemukan bahwa telinga mengontrol sistem syaraf.

Selama eksperimennya, ia menemukan bahwa syaraf pendengaran terhubung dengan seluruh otot tubuh, dan ini adalah alasan mengapa keseimbangan dan fleksibilitas tubuh, serta indera penglihatan itu terpengaruh oleh suara. Telinga bagian dalam terhubung dengan seluruh organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati, perut, dan usus. Hal ini menjelaskan mengapa frekuensi-frekuensi suara itu memengaruhi seluruh tubuh.
Pada tahun 1960, ilmuwan Swiss yang bernama Hans Jenny menemukan bahwa suara dapat memengaruhi berbagai Artikelal dan membentuk partikular-partikularnya, dan bahwa masing-masing sel tubuh itu memiliki suaranya sendiri, dapat terpengaruh oleh suara, dan menyusun ulang Artikelal di dalamnya. Pada tahun 1974, peneliti Fabien Maman dan Sternheimer mengumumkan penemuan mengejutkan.

Mereka menemukan bahwa setiap organ tubuh itu memiliki sistem vibrasinya sendiri, sesuai dengan hukum fisika. Beberapa tahun kemudian, Fabien dan Grimal serta peneliti lain mengungkapkan bahwa suara dapat memengaruhi sel-sel, khususnya sel kanker, dan bahwa suara-suara tertentu memiliki efek yang lebih kuat. Hal ajaib yang ditemukan dua peneliti itu adalah bahwa suara yang memiliki efek paling kuat pada sel-sel tubuh adalah suara manusia itu sendiri!

Suara bergerak dari telinga ke otak dan memengaruhi sel-sel otak. Akhir-akhir ini para ilmuwan menemukan bahwa suara memiliki daya penyembuh yang ajaib dan efek mengagumkan terhadap sel-sel otak, dimana ia bekerja untuk mengembalikan keseimbangan ke seluruh tubuh! Bacaan Al-Qur’an memiliki efek luar biasa terhadap sel-sel dan dapat mengembalikan keseimbangan.

Otak merupakan organ yang mengontrol tubuh, dan darinya muncul perintah untuk relaksasi organ-organ tubuh, khususnya sistem kekebalan tubuh. Fabian, seorang peneliti sekaligus musisi, meletakkan sel-sel darah dari tubuh yang sehat dan menghadapkannya pada berbagai macam suara. Ia menemukan bahwa setiap not skala musik dapat memengaruhi medan elektromagnetik sel.

Ketika ia memotret sel ini dengan kamera Kirlian, ia menemukan bahwa bentuk dan nilai medan elektromagnetik sel itu berubah sesuai dengan frekuensi-frekuensi suara dan tipe suara orang yang membaca. Kemudian ia membuat eksperimen lain dengan meletakkan darah orang sakit, memonitornya dengan kamera Kirlian, dan meminta pasien untuk membuat berbagai macam suara. Ia menemukan, sesudah memproses gambar, bahwa not tertentu dapat mengakibatkan perubahan pada medan elektromagnetiknya dan menggetarkannya secara seutuhnya dengan merespon suara pemiliknya.

Akhirnya ia menyimpulkan bahwa ada not-not tertentu yang bisa memengaruhi sel-sel dan membuatnya lebih vital dan aktif, bahkan meregenerasinya. Ia menarik suatu hasil yang penting: suara manusia memiliki pengaruh yang kuat dan unik terhadap sel-sel tubuh; pengaruh ini tidak ditemukan pada instrumen lain. Peneliti ini menyatakan, "Suara manusia memiliki nada spiritual khusus yang membuatnya menjadi sarana pengobatan yang paling kuat". Fabien menemukan bahwa beberapa suara dapat menghancurkan sel-sel kanker, dan pada waktu yang sama dapat mengaktifkan sel-sel yang sehat.

Tetapi, apakah pengaruh ini hanya terbatas pada sel-sel? Jelas bahwa suara dapat memengaruhi segala sesuatu di sekitar kita. Inilah yang dibuktikan Masaru Emoto, ilmuwan Jepang, dalam eksperimennya terhadap air. Ia menemukan bahwa medan elektromagnetik pada molekul-molekul air itu sangat terpengaruh oleh suara, dan ada suara-suara tertentu yang memengaruhi molekul dan membuatnya lebih teratur.

Apabila kita mengingat bahwa 70% tubuh manusia itu adalah air, maka suara yang didengar manusia itu memengaruhi keteraturan molekul-molekul air pada sel-sel tubuh, dan juga memengaruhi molekul-molekul itu bergetar, sehingga dapat memengaruhi kesehatannya.

Para peneliti lain mengonfirmasi bahwa suara manusia dapat mengobati banyak macam penyakit termasuk kanker. Para terapis juga menyetujui bahwa ada suara-suara tertentu yang lebih efektif dan memiliki kekuatan penyembuh, khususnya dalam meningkatkan sistem kekebatan tubuh.

Bentuk molekul air berubah ketika dihadapkan pada suara. Jadi, suara itu berpengaruh sangat besar terhadap air yang kita minum. Apabila Anda membacakan Al-Qur’an pada air, maka karakteristiknya akan berubah dan air itu akan mentransfer efek-efek Al-Qur’an itu kepada setiap sel dalam tubuh, sehingga mengakibatkannya kesembuhan.

Setiap sel Allah memberikan di dalamnya program yang selalu mengalir sepanjang hidupnya, dan program ini merupakan kumpulan informasi, dan ketika hadir berbagai informasi terhadap sel dari luar melalui virus atau lainnya, program ini akan terpengaruh secara negatif atau positif.

Dalam setiap sel ada kaset informasi memiliki kode DNA dan setiap kaset berisi lebih dari 3.000 million informasi!

Virus adalah bagian dari kumpulan informasi yang diciptakan Allah untuk melaksanakan tugas tertentu, dalam setiap program virus memiliki program yang memberikan pengaruh terhadap sel-sel tertentu.

Ketika virus menyerang sel, maka akan masuk padanya program yang terletak di dalamnya, lalu memberikan program sel yang sehat lalu terjadilah ketidakseimbangan, dengan cara memanfaatkan sel-sel ini menyalin dari virus ini dalam jumlah besar.

Setelah virus bertambah banyak di dalam sel, pasti sel akan menggunakan program dan perangkatnya untuk membuat salinan darinya, dan sel tersebut akan meledak melepas ribuan virus, yang pada gilirannya masuk ke dalam sel lain yang sehat dan melakukan pekerjaan yang sama.

Virus tidak memiliki senjata apapun, semua yang ada dalam kaset terhadap berbagai informasi saja, jadi pertempuran tersebut adalah "perang informasi" dan inilah ide terapi dengan Al-Qur’an karena Al-Quran memiliki informasi yang berlawanan kerusakan yang dialami oleh sel yang sehat.

Perangkat scan otak yang menggunakan suara magnetik fungsional digunakan untuk memantau operasi yang dilakukan dalam otak, para ilmuwan telah menemukan bahwa otak pada kondisi terbaiknya secara natural yaitu pada saat manusia memiliki kejujuran, dan tidak melakukan kesalahan, dan tidak melakukan perbuatan buruk, sehingga mereka berkata: bahwa otak diprogram untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik atau fitrah yang bersih.

Virus dan kuman juga bergetar dan sangat terpengaruh oleh vibrasi suara, khususnya suara bacaan Al-Qur’an. Suara Al-Qur’an dapat menghentikan mereka, dan pada waktu yang sama meningkatkan aktivitas sel-sel sehat dan membangkitkan program yang terkacaukan di dalamnya agar siap bertempur melawan virus dan kuman.

Bacaan Al-Qur’an itu terdiri dari sekumpulan frekuensi yang sampai ke telinga, lalu bergerak ke sel-sel otak, dan memengaruhinya melalui medan elektronik, lalu frekuensi-frekuensi tersebut mengaktifkan sel-sel. Sel-sel akan merespon medan itu dan memodifikasi vibrasi-vibrasinya. Perubahan pada vibrasi inilah yang kita rasakan dan pahami sesudah mengalami dan mengulangi.

Ini merupakan sistem alamiah yang diberikan Allah pada sel-sel otak. Ini merupakan sistem keseimbangan yang natural. Inilah yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Q.S. Ar-Rum: 30)

Bahwa Pencipta penyakit adalah pencipta manusia, oleh karena itu Allah menitipkan dalam ayat-ayat kitab-Nya akan informasi yang tersembunyi yang tidak sadari akan hal itu, namun memberikan pengaruh pada penyakit bagaimanapun bentuknya dan menghapusnya. Hal tersebut terjadi melalui pemulihan keseimbangan pada sel-sel yang melanda ketimpangan, yakni setiap penyakit adalah suatu kelainan yang mempengaruhi program khusus dari sel, menurut jenis penyakit.

Sistem kekebalan tubuh juga merupakan program, dan ketika virus masuk misalnya, maka mempengaruhi program ini dan menimpakan suatu cacat, ketika membaca ayat-ayat tertentu maka suara yang masuk ke dalam sel-sel tubuh melakukan pembaharuan sel kekebalan dengan informasi yang dibawa oleh suara Al-Quran, dan menjadi lebih mampu membedakan dan menghilangkan penyakit. Dengan demikian terjadilah pengobatan memalui Al-Quran!

”Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (Q.S. Al-Israa’: 82)

Saudi Arabia, 22 Mei 2010, 04.15

Referensi:
1- Joel Schwarz, How little gray cells process sound: they're really a series of computers, University of Washington, Nov. 21, 1997.
2- Tomatis Alfred, The Conscious Ear, Station Hill Press, New York, 1991.
3- Jenny Hans, Cymatics, Basilius Presse AG, Basel, 1974.
4- Maman Fabien, The Role of Music in the Twenty-First Century, Tama-Do Press, California, 1997.
5- Emoto Masaru. The Message from Water, HADO Kyoikusha. Tokyo, 1999.
6- Keys Laurel Elizabeth, Toning the Creative Power of the Voice, DeVorss and Co. California, 1973.
7- Simon Heather, The Healing Power of Sound, www.positivehealth.com.
8- Power of Sound, www.bbc.co.uk, 20 November 2003.
9- Davis Dorinnem, Sound Bodies through Sound Therapy, Kalco Publishing 2004.
10- Sound Cooling, American Institute of Physics, discoveriesandbreakthroughs.org, April 1, 2004.
11- Black Hole Sound Waves, (NASA), Sept. 9, 2003.
12- International Sound Healing Conference, November 10 -14, 2006.
13- Carnegie Mellon, Scientists Show How Brain Processes Sound, Carnegie Mellon University, February 23, 2006.
14- Musicians have more grey matter, www.bbc.co.uk, 17 June, 2002.
15- Excitable Cells, www.users.rcn.com, 17 July 2003.
16- Beautiful music cures brain diseases and improves blood circulation, www.english.pravda.ru, 27.02.2006.
17- Hellman B, Gylfe E, Grapengiesser E, Lund PE, Berts A. Cytoplasmic Ca2+ oscillations in pancreatic beta-cells, Uppsala University, Sweden, Dec 11, 1992.
18- Revolutionary nanotechnology illuminates brain cells at work, www.nanotechwire.com, 6/1/2005.
19- Jill Neimark, Sound healing, www.findarticles.com, March, 2004.
20- DNA Code Breaker Tested Theory On Jane Austen Text, www.medicalnewstoday.com, 27 Nov 2006.
21- Sharry Edwards, Decloaking Pathogens With Low-Frequency Sound, Nexus Magazine, October-November 2000.
22- Common Cancer Treatments Toxic to Healthy Brain Cells, University of Rochester, November 30, 2006.
23- Kara Gavin, University of Michigan researchers publish new findings on the brain's response to costly mistakes, University of Michigan, April 12, 2006.
25- Brain Scans as Lie Detectors: Ready for Court Use?, Malcolm Ritter, www.livescience.com, 29 January 2006.
26- Carl T. Hall, Chronicle Science Writer, Fib detector Study shows brain scan detects patterns of neural activity when someone lies, www.sfgate.com, November 26, 2001.
27- Brain and Sound Frequencies, NEW YORK TIMES: SCIENCE SECTION 1989.

Antara Takdir dan Do'a

Posted by Ahmad Ghozali


"Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Wahai Allah tidak ada yang mampu menghalangi apa yang engkau beri, tidak juga ada yang mampu memberi apa yang Engkau halangi, tidak berguna upaya yang bersungguh-sungguh. Semua bersumber dari-Mu.” (HR Bukhari).

Doa Rasulullah tersebut dipopulerkan oleh penguasa Bani Umayyah untuk memberi kesan bahwa segala sesuatu telah ditentukan Allah, dan tiada usaha manusia sedikit pun. Kebijakan mempopulerkan doa ini, dinilai oleh
banyak pakar "bertujuan politis," karena dengan doa itu para penguasa mereka melegitimasi kesewenangan pemerintahan, sebagai kehendak Allah. Begitu tulis Abdul Halim Mahmud mantan Imam Terbesar Al-Azhar Mesir dalam Al-Tafkir Al-Falsafi fi Al-Islam (hlm- 203). Mereka kemudian dikenal dengan golongan Jabbariyah.

Kontan saja, pandangan “politis” tersebut menuai banyak kritik. Bahkan sebagian ulama yang kemudian menjadi golongan Qadariyah, secara sadar atau tidak mengeluarkan argumen laa qadara (tidak ada takdir), tidak percaya sama sekali pada ketetapannya. Manusia bebas melakukan apa saja, bukankah Allah telah menganugerahkan kepada manusia kebebasan memilih? "Siapa yang hendak beriman silakan beriman, siapa yang hendak kufur silakan juga kufur" (QS Al-Kahf: 29).

Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, MA dalam bukunya “Tafsir Maudlu’i atas Perlbagai Persoalan Umat” kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, member kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya."

Dari sekian banyak ayat Al-Quran dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu. Dan Allah Swt menuntun dan menunjukkan mereka arah yang seharusnya mereka tuju. (lihat: QS Al-A'la: 1-3, QS Ya Sin: 38, QS Ya Sin: 39, QS Al-Furqan: 2, QS Al-Hijr: 21, QS. Al-A’la: 4-53). Intinya: "Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu" (QS. Al-Thalaq: 3)

Peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini, dan sisi kejadiannya, dalam kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu, dan itulah yang disebut takdir. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa takdir, termasuk manusia. Peristiwa-peristiwa tersebut berada dalam pengetahuan dan ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat disimpulkan dalam istilah sunnatullah.

Matahari, bulan, dan seluruh jagat raya telah ditetapkan oleh Allah takdirnya yang tidak bisa mereka tawar, "Datanglah (hai langit dan bumi) menurut perintah-Ku, suka atau tidak suka!" Keduanya berkata,"Kami datang dengar penuh ketaatan." Demikian surat Fushshilat ayat 11 melukiskan "keniscayaan takdir dan ketiadaan pilihan bagi jagat raya." Apakah ini juga berlaku bagi manusia?

Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah adalah:
"Wahai Allah, jangan engkau biarkan aku sendiri, walau sekejap."
Ketika di Syam terjadi wabah, Umar ibn Al-Khaththab yang ketika itu bermaksud berkunjung ke sana membatalkan rencana beliau, dan ketika itu tampil seorang bertanya:
"Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Tuhan?"
Umar r.a. menjawab, "Saya lari/menghindar dan takdir Allah kepada takdir-Nya yang lain."

Demikian juga ketika Imam Ali r.a. sedang duduk bersandar di satu tembok yang ternyata rapuh, beliau pindah ke tempat lain. Beberapa orang di sekelilingnya bertanya seperti pertanyaan di atas. Jawaban Ali ibn Thalib, sama intinya dengan jawaban Khalifah Umar r.a. Rubuhnya tembok, berjangkitnya penyakit adalah berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, dan bila seseorang tidak menghindar ia akan menerima akibatnya. Akibat yang menimpanya itu juga adalah takdir, tetapi bila ia menghindar dan luput dari marabahaya maka itu pun takdir.

Kemampuan memilih pun antara lain merupakan ketetapan atau takdir yang dianugerahkan-Nya Jika demikian, manusia tidak dapat luput dari takdir, yang baik maupun buruk. Tidak bijaksana jika hanya yang merugikan saja yang disebut takdir, karena yang positif pun takdir. "... dan kamu harus percaya kepada takdir-Nya yang baik maupun yang buruk."
Hadits dari Imam Turmudzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi SAW Bersabda : “Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdo’a, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang yang meminta keselamatan. Sesungguhnya do’a bermanfa’at bagi sesuatu yang sedang terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak ada yang bisa menolak taqdir kecuali do’a, maka berpeganglah wahai hamba Allah pada do’a”. (HR Turmudzi dan Hakim)
Adanya takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan masa depannya sendiri, sambil memohon bantuan Ilahi. Karena ujung usaha yang disertai do’a itulah takdir!

Saudi Arabia, 12 Mei 2010, pukul 16.44